Makalah ini diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Membahas KitabTafsir
Dosen Pembimbing : Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.
DisusunOleh :
Kelompok V
Miftah Nurul Huda
(11150340000279)
Fikri Ihsan
(1113034000189)
Jouhar Bachtiar (1113034000045)

PROGRAM STUDI ILMU QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah member rahmat
dan hidayah-Nya serta kesehatan, keselamatan kepada kita semua, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Semata-semata untuk menyempurnakan materi
kuliah Membahas Kitab Tafsir, dalam bentuk
makalah yang berjudul “Tafsir
al-Kasysyafkarya al-Zamakhsyari”.
Penulis berharap apa yang telah penulis paparkan ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Tak lupa
pula penulis ucapkan ribuan terimakasih kepada Bapak dosen yang telah memberikan
ilmunya dan pengarahannya serta bantuannya kepada penulis dalam penyelesaian tugas
ini.
Penulismenyadaribahwamakalahinimasihbanyakterdapatkesalahandankekurangan.
Untukitu, saran dankritik yang bersifatmemperbaikidari para
pembacasangatpenulisharapkan.
Atas segala perhatiannya, penulis ucapkan terimakasih.
Penulis berharap semoga penyajian makalah penulis ini dapat diterima bagi para
pembaca. Semoga Allah swt senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Amin.
Jakarta,
12 Oktober 2016
Tim
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………………...i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………….....ii
BAB
I PENDAHULUAN……………………………………………………………………1
1. Latar
Belakang………………………………………………………....…...................1
2. Rumusan
Masalah…………………………………………………………………......2
3. Tujuan
Pembahasan……………………………………………………………….......2
BAB
II PEMBAHASAN………………………………………………………………….....3
A.
Biografi az-Zamakhsyari…………………………………………………………………...3
1.
Riwayat Hidup az-Zamakhsyari………………………………………………………3
2. Guru-Guru danMuridaz-Zamakhsyari……………………………………………....3
B.
Karya-karyaaz-Zamakhsyari…………………………………………………………......4
C.
Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Kasysyaf……………………………………….4
E. Aliran
IlmuKalam dan Mazhab Fiqh az-Zamakhsyari………………………………6
F. Telaah
Metodologis Tafsir Al-Kasysyaf……………………………………………...7
1.
Metode Tafsir (Thariqah at-Tafsir)………………………………………………7
2.
Sumber Penafsiran (Mashodir at-Tafsir)…………………………………………7
3.
Corak Tafsir (Lawn at-Tafsir)…………………………………………………….8
4.
Referensi atau Sumber Penulisan………………………………………………..8
G.
Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari…………………………………………………9
H. Penilaian
Ulama Terhadap Tafsir Al-Kasysyaf…………………………………....12
BAB
III PENUTUP………………………………………………………………………..13
KESIMPULAN……………………………………………………………………….. .13
DAFTAR KEPUSTAKAAN……………………………………………………………......14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sebagai umat
yang meyakini kerasulan Muhammad kita mengenalnya dengan nama al-Qur’an.
Mempelajari isi daripada al-Qur’an sangatlah penting. Tafsir merupakan hal
terpenting dalam menggali kandungan Kitab. Tafsir juga merupakan ilmu
syari’at yang paling tinggi dan paling agung kedudukannya. Selain karena objek
pembahasannya yang mulia, tafsir adalah sebuah alat penting yang harus
dibutuhkan disetiap zaman. Ini dikarenakan untuk menggali fungsi al-Qur’an
dalam mengetahui petunjuk Ilahi yang disampaikan kepada manusia melalui wahyu
atau Kitab.[1]
Memperoleh
tujuan yang disebutkan di atas adalah perjuangan yang telah lama dilakukan oleh
berbagai kalangan. Dimulai dari Rasulullah di dalam menjelaskan al-Qur’an
melalui al-Hadits, dilanjutkan di masa sahabat, tani’in dan bahkan sampai
sekarang pun masih akan dilakukan penafsiran terhadap Kalam Tuhan ini.
Karena selain tafsir sebagai produk tafsir juga sebagai proses.[2]
Tafsir Al-Kasysyaf,
siapa yang tidak mengenal tafsir fenomenal karya ulama Mu’tazilah
Az-Zamakhsyari tersebut. Tafsir yang sangat kaya dengan gaya bahasa, yang
menjadi rujukan semua ulama khususnya mengenai gramatika Arab. Tafsir yang
menjadi kebanggan golongan Mu’tazilah, serta mendapatkan banyak pujian dari
lawan maupun kawan. Belum ada seorang penafsir pun segiat Az-Zamakhsyari dalam
menerangkan kemu’jizatan balaghah (al-I’jaz al-balaghi) atas susunan Al-Qur’an.
Ibnu Khaldun membuktikan bahwa fenomena sastra historis yang muncul dalam
perhatian yang diberikan penduduk Timur terhadap seni bayan Arab ternyata lebih
banyak daripada orang Barat. Bahkan orang Timur, berbeda dengan orang Barat,
sangat memperhatikan tafsir Az-Zamakhsyari, karena semuanya itu dibangun atas
seni ini, dan inilah sebenarnya pokoknya.(Goldziher; 2003: 149).[3]
Az-Zamakhsyari
dengan karyanya Tafsir al-Kasyaf
adalah salah satu tafsir yang mengungkap keagungan wahyu Ilahi yang lahir di
era ke dua (afirmatif dengan nalar ideologis).[4] Mengenai
bagaimana antara az-Zamakhsyari dan karyanya al-Kasyaaf akan menjadi sangat
bermanfaat dalam pembahasan makalah ini. Semoga ini menjadi sebuah berita
keilmuan yang bermanfaat. Aamiin.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Az-Zamakhsyari
2. Bagaimana Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Kasysyaf
3. Bagaimana Aliran Ilmu Kalam Az-Zamakhsyari
4. Bagaimana Mazhab Fiqh Az-Zamakhsyari
5. Bagaimana Sumber Penafsiran (Mashodir at-Tafsir)
6. Bagaimana Metode Tafsir (Thariqah at-Tafsir)
7. Bagaimana Corak Penafsiran (Lawn at-Tafsir)
8. Bagaimana Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari
9. Bagaimana Referensi Penulisan Tafsir al-Kasysyaf
10. Bagaimana Karakteristik Tafsir al-Kasysyaf
C.
Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui Biografi Az-Zamakhsyari
2. Untuk Mengetahui Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Kasysyaf
3. Untuk Mengetahui Aliran Ilmu Kalam Az-Zamakhsyari
4. UntukMengetahui Mazhab Fiqh Az-Zamakhsyari
5. Untuk Mengetahui Sumber Penafsiran (Mashodir at-Tafsir)
6. Untuk Mengetahui Metode Tafsir (Thariqah at-Tafsir)
7. Untuk Mengetahui Corak Penafsiran (Lawn at-Tafsir)
8. Untuk Mengetahui Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari
9. Untuk Mengetahui Referensi Penulisan Tafsir al-Kasysyaf
10. UntukMengetahui Karakteristik Tafsir al-Kasysyaf
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Biografi
Az-Zamakhsyari
Ø Riwayat
Hidup Az-Zamakhsyari
Dalam tafsir al-kasysyaf, nama lengkap beliau adalah abu al-qasim Mahmud ibn
Muhammad ibn umar al-zamakhsyari. Tetapi
ada juga yang menulis Muhammad ibn ‘Umar ibn Muhammad ibn Ahmad al-Zamakhsyari
al-Khawarizmi, yang dikenal dengan sebutan Abu al-Qasim.Ulama besar yang hidup pada abad ke 5-6 Hijriyah
atau sekitar abad 11-12 Masehi.Beliau lahir pada hari rabu 27 rajab 467 H.
atau 18 maret 1075 M. di sebuah desa kecil, Zamakhsyar, yang terletak di
kawasan Khawarizm (Bukhara), Asia Tengah (Rusia). Beliau berasal dari keluarga
miskin, tetapi alim dan ta’at beragama.
Mulai remaja beliau sudah merantau mencari ilmu ke
Bukhara, disana beliau belajar
sastra kepada syaikh mansur abi mudra, kemudian pergi ke mekkah dan menetap
cukup lama, dan disana pula ia menulis tafsirnya, al-kasysyaf an haqa’iqi gawamidit tanzi wa aqawil fi wujuhit ta’wil. Kemudian pulang dan
menjadi salah satu murid Abu Mudaar al-Nahwi dan berhasil menguasai Bahasa
Arab, logika, filsafat dan ilmu kalam. Kemudian pernah di Baghdad menjadi murid
Abu al-Khottab al-Batr Abi Sya’idah al-Syafani, Abi Manshur al-Harisi dalam
pengajian hadits dan menjadi murid al-Damagani al-Syarif ibnu Syajari dalam
ilmu fiqih. Pernah pula merantau di Makkah selama dua tahun dan di sini beliau
mempelajari kitab Sibawaihi pakar gramatika Arab yang terkenal (w. 518 H). Setelah dua tahun
kembali ke kampung halaman akhirnya berkesempatan lagi untuk kembali ke Mekkah
dan menetap selama tiga tahun di tahun 256-259 Hatau 1132-1135 M, dan bertempat
tinggal dekat dengan baitullah sehingga
mendapat gelar sebagai Jaarullah(tetangga Allah).
Beliau wafat setelah
kembali ke Negerinya di Jurjaaniyyah pada malam ‘Arafah tahun 538 H.
Az-Zamakhsyari membujang selama hidupnya dan sebagian waktunya diabdikan untuk
mencari ilmu dan menyebarkan faham yang dianutnya. Oleh karena itu pencatat biografinya
mencatat 50 karya yang telah di tulisnya dan masih ada yang berbentuk
manuskrip.[5]
Ø
Guru-guru
dan Murid az-Zamakhsyari
Kecintaan al Zamakhsari
terhadap ilmu pengetahuan diwujudkan dalam mencari dan menuntut ilmu dari
berbagai guru dan syeikh. Ia tidak hanya berguru secara langsung kepada para
ulama yang hidup yang semasa dengan beliau, tetapi juga menimba ilmu dengan
cara menelaah dan membaca berbagai buku yang ditulis oleh para syeikh seperti :
a.
Abu Mudhar Mahmud ibnu Jarir al-Dhabi al-Ashbahani
( W. 507 H ).
b.
Abu bakar Abdullah ibnu Thalhah al-Yaribi al
Andalusi. ( W. 518 H).
c.
Abu Mansur Nashr al-Haritsi.
d.
Abu said al Sqani.
e.
Abu al khattab abnu Abu al-batr.
f.
Abu ali al-Hasan al Muzhfir al-Naisaburi al-Dharir
al-Lughawi ( W. 473 H ).
g.
Qhadi al-Qudah Abi Abdillah Muhammad ibnu Ali
al-Damighani ( W. 478).
h.
dan al-Syarif ibnu al-Syajari
Ilmu pengetahuan yang ia
dapat dari para gurunya diberikan kepada murid-muridnya yang sangat banyak
jumlahya. Kadang syekh yang menjadi guru tempat ia menimba ilmu menjadi murid
pula baginya. Dalam keadaan seperti ini, ia saling menerima dan memberikan
ilmu. Hal ini terjadi antara al-Zamakhsyari dengan beberapa ulama, misalnya
dengan al-Syayid Abu al-Hasan Ali ibnu isa ibnu Hamzah al Hasan, salah seorang
tokoh terkemuka di Mekkah.
Diantara murid-muridnya
yang lain ialah:
a.
Abu al-Mahasin Abdurrahim ibnu Abdullah al-Bazzaz
di Abyurad.
b.
Abu Umar Amir ibnu al Hasan al-Sahhar di
Zamakhsyar.
c.
Abu Sa'id Ahmad ibnu Muhammad al-Sadzili di
Samarqan.
d.
Abu Tahir Saman ibnu Abdul malik al-Faqih al
-Quwarizmi.
e.
Muhammad ibnu al-Qasim.
f.
Abu al-Hasan Ali bin Muhammad ibnu Ali ibnu
Muhammad ibnu Ahmad al Quwarizmi (Al-Qaththan; 2013: 483).
2. Karya-karya
Az-Zamakhsyari
Di antara karya-karya
az-Zamakhsyari yaitu, diantaranya :
a.
Bidang tafsir : al-Kasyaaf ‘an Haqoiqut Tanzil wa Uyuun
al-Aqaawil fi Wujuuh al-Ta’wil.
b.
Bidang Hadits : al-Fa’iq fi Ghoriib al-Hadits.
c.
Bidang Fiqih : al-Ra’id fi al-Fara’idl.
d.
Bidang Ilmu Bumi : al-Jibaal wa al-Amkinah
e.
Bidang Akhlaq : Mutasyabih Asma’ al-Ruwat.
3.
Latar
Belakang Penulisan Tafsir Al-Kasysyaf
Penulisan tafsir ini sebenarnya
adalah sebuah permintaan dari pada sahabat dan orang yang mengelilinginya. Ini
dapat diketahui di dalam mukaddimah tafsirnya yang pernah dikutip oleh Hamim
Ilyas sebagai berikut :
“Sungguh telah datang kepadaku
sahabat-sahabatku dari golongan orang-orang yang mulia, selamat dan adil.
Mereka menguasai ilmu bahasa Arab dan Tauhid. Sewaktu mereka datang kepadaku
untuk menafsirkan suatu ayat. Aku menjelaskan kandungan-kandunan ayat tersebut
yang masih ghaib/ tertutup, dan mereka pun menyatakan kekagumannya atas diriku.
Saat itu pula mereka meminta aku membuat suatu karya yang berisi pokok-pokok
penjelasan al-Qur`an, serta mengajarkannya kepada mereka ‘sekumpulan tentang
hakikat-hakikat turunnya al-Qur`an dan pandangan-pandangan yang esensial dalam
segi penta`wilan’. Pada mulanya aku tidak bersedia, kemudian mereka tetap
bersikeras meminta, bahkan mereka datang kembali beserta tokoh-tokoh agama Ahl
al-‘Adl wa al-Tauhîd. Dan yang mendorongku bersedia, karena aku sadar bahwa
mereka meminta sesuatu yang sesuatu itu wajib aku turuti, karena melibatkan
diri pada sesuatu (yang mereka minta) itu hukumnya fardhu ‘ain. Dimana pada
waktu itu situasi dan kondisi (negeri) sedang kacau, dan lemahnya tokoh-tokoh
ulama, serta jarangnya orang yang menguasai bermacam-macam keilmuan, apalagi
berbicara tentang penguasaan ilmu Bayân dan ilmu Badi`”[7]
Az-Zamakhsyari menulis
tafsirnya dimulai ketika berada di Makkah pada tahun 526 H dan diselesaikan
pasa Senin Rabi’ul Akhir 528 H. Penafsiran az-Zamkahsyari ini dipandang sangat
menarik karena mempunyai uraian yang singkat tetapi jelas.
Al-Zamakhsyari’ menulis kitabnya dengan judul Al-kasysyaf ’an Haqaiq Al-Tamzil wa ‘Uyun
Al-Aqawil fi Wujuh Al-Ta’wil. Beliau terinspirasi dengan adanya permintaan
kelompok Mu’tazilah yang menamakan dirinya Al-Fi’ah
Al-Najiyah Al-Adliyah, beliau mengatakan “ Mu’tazilah menginginkan adanya
sebuah kitab tafsir dan meminta saya supaya mengungkapkan hakikat makna
Al-Qur’an dan semua kisah yang terdapat didalamnya, termasuk segi-segi
penakwilannya”. Beliau berhasil menyelesaikan tafsirnya dalam waktu 30 bulan
dimulai di Mekkah tahun 526 H, dan selesai pada hari senin 23 Rabi’ul Akhir 528
H.
4. Karakteristik
Tafsir Al-Kasysyaf
Mula-mula disebutkan nama surah, termauk
makkiyah dan madaniyah, lalu dijelaskan maknanya. Jika teradapat nama-nama yang
lain, maka hal itu juga disebutkan dengan disertai penjelasan keutamaannya.
Kemudian memasukkan penjelasan tentang langgam bacaan (Qira’at), kebahasaan,
nahwu, sharaf (Morfologi), bentuk-bentuk kata dan kaidah-kaidah bahasa lainnya.
Selanjutnya penulis menjelaskan maksud ayat tersebut. Dalam hal ini,
Az-Zamakhsyari juga menukil beberapa pendapat ulama dan argumentasinya; juga
tidak lupa memberi jawaban yang argumentatif kepada mereka yang berbeda
pendapat dengannya.
Yang paling banyak mendapat perhatian dari
kitab tafsir ini adalah penjelasan tentang sisi keindahan, balaghah, yang mana
orang-orang Arab itu merasa tidak mampu untuk menandinginya walaupun tidak
sampai satu surah.
Melihat apa yang dijelaskan oleh Zamakhsyari
tentang masalah isti’arah, majaz, dan teori-teori balaghah lainnya yang sangat
dominan, maka akan sangat tampak begitu penulisnya sangat terobsesi untuk
menampilkan keindahan Al-Quran dari segi kebahasaan dan sastranya.
Demikian juga di dalam al-kasysyaf banyak sekali dijumpai penjelasan tentang perbedaan
qira’at dan tentu saja Zamakhsyari
sebagai pakar ilmu nahwu tidak pernah lupa menjelaskan dari sisi ini.
Oleh karena itu, akan banyak dijumpai al-kasysyaf
ini penjelasan tentang I’rab, Nahwu dan lain-lain. Walhasil di dalam
al-kasysyaf banyak dijumpai penjelasan tentang istilah-istilah balaghah, seperti
isti’arah, tamtsil, tasbih, kinayah dan lain-lain.
Az-Zamakhsyari juga menampilkan dasar-dasar
studi kebahasaan dan balaghah, sehingga akan kita temukan penjelasan secara
panjang lebar tentang asal kata dan perbandingan dengan lafaz yang satu dengan
lafaz yang lain. Begitu juga, beliau melakukan kritik bahasa atas kata-kata
tertentu. Namun, disisi lain beliau melakukan penjelasan yang panjang lebar
tentang asal kata.
Diantara karakterisitiknya yang lain, bahwa
kitab ini sangat menonjol corak penafsirannya, ilmu kalamnya yang bertujuan
untuk membela ideologi resminya, mu’tazilah. Dengan argument-argumen yang cukup
meyakinkan.
Dari sisi inilah akan sangat tampak
perbedaannya dengan Ahl al-sunnah,
bahkan tidak jarang terlihat sangat bertentangan cukup jelas antara keduanya
ini. Masing-masing pihak menganggap pihak lain sebagai kelompok yang keliru dan
sesat. Bahkan seringkali masing-masing menuduhhnya dengan tuduhan-tuduhan yang
keras, seperti kafir, berdosa dan lain-lain. Masing-masing pihak juga mengklaim
sebagai kelompok yang selamat, sementara yang berseberangan dianggapnya
sebagai kelompok yang akan hancur
binasa. Walhasil, masing-masing pihak saling menonjolkan kelompok atau
mazhabnya.
Adapun sikap az-Zamakhsyari terhadap
ayat-ayat hukum dan hal-hal yang terkait dengan masalah fikih, maka ia bukan
yang termasuk fanatik mazhab dan tidak betele-tele, walaupun beliau pengikut
Hanafi.
Diantara keistimewaan lainnya, adalah bahwa al-Kasysyaf terhindar dari kisah-kiah
Israiliyat. Seandainya ada, maka hal itu sangat terbatas sekali. Hanya saja,
penuturan kisah-kisah israiliyat seringkali diungkapkan dengan menggunakan
redaksi ruwiya (dikisahkan), atau
diserahkan kepada Allah Yang Maha Luas pengetahuan-Nya. Seperti kisah Nabi
Daud.
Di dalam al-Kasysyaf
terkadang ditemukan riwayat-riwayat palsu yang tidak sesuai dengan akal
sehat. Misalnya, hadis-hadis yang cukup panjang yang digunakan untuk mendukung
penjelasannya tentang keutamaan surah. Begitu juga riwayat-riwayat tentang
Zainab bin Jahsy. Meskipun begitu, al-Kasysyaf
ternyata tidak benar-benar terhindar dari kisah-kisah israiliyat, misalnya
dalam kasus Ya’juj dan Ma’juj.[8]
5. Aliran
Ilmu Kalam dan Mazhab Fiqh az-Zamakhsyari
Az-Zamakhsyari adalah seorang
penganut teologi Mu’tazilah dan bermadzhab fikih Hanafi. Ia mentakwilkan
ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan teologi dan madzhabnya dengan cara yang hanya
diketahui oleh orang yang ahli. Ia menyebut kaum Mu’tazilah sebagai “saudara
seagama dan golongan utama yang selamat dan adil.” [9](Al-Qaththan; 2013: 481-482).
6. Telaah
Metodologis Tafsir Al-Kasysyaf
a. Metode
Tafsir(Thariqah at-Tafsir)
Al-Zamakhsyari di dalam
menafsirkan Al-Qur’an, Tafsir al-Kasysyaf disusun dengan tartib mushafi, yaitu
menafsirkan berdasarkan urutan ayat dan surat yang sesuai dengan Mushaf
Utsmani.[10]
Dalam menafsirkan al-Qur’an,
al-Zamakhsyari mendahulukan untuk menulis ayat al-Qur’an yang akan ditafsirkan,
kemudian baru memulai menafsirkannya dengan pemikiran rasional yang didukung
dengan dalil-dalil ayat al-Qur’an atau riwayat (hadits)Meskipun ia tidak terikat oleh riwayat dalam
penafsirannya.
Baik itu berhubungan dengan sabab nuzul suatu ayat atau yang lainnya.[11] Ia juga menggunakan
riwayat para sahabat atau tabi’in dan kemudian mengambil konklusi dengan
pandangan atau pemikirannya sendiri. Ini kita dapat langsung membuktikannya di
dalam penafsirannya yaitu dalam tafsir al-Kasysyaf.
Dari sedikit keterangan di atas
maka dapat diambil kesimpulan bahwasannya metode yang digunakan oleh
al-Zamakhsyari adalah metode tahlili. yaitu meneliti makna kata-kata dan
kalimat-kalimat dengan cermat. Ia juga menyingkap aspek munasabah yaitu hubungan ayat dengan ayat lainnya atau
surat denagan surat lainnya.
b.
Sumber Penafsiran (Mashodir at-Tafsir)
Selanjutnya sebagian besar dari
penafsirannya berorientasi kepada ra’yu (rasio), maka tafsir al-Kasyaf
dikategorikan sebagai tafsir bi al-ra’yi, meski terdapat
beberapa penafsirannya yang tetap menggunakan dalil naqli. (Nas al-Quran dan Hadis).
c. Corak Penafsiran (Lawn
at-Tafsir)
Corak dari penafsiran
al-Zamakhsyari dapat dijelaskan sebagai berikut :
·
Sebagai seorang yang ahli dalam gramatika arab dan ahli balaghoh
maka tafsirnya lebih berorientasi kepada pengungkapan balaghoh atau
dalam segi keindahan bahasa al-Qur’an.
·
Tafsirnya lebih bersifat theologis. Ini desebabkan karena ia
adalah seorang tokoh mu’tazilah dan lebih menekankan pada corak mu’tazilah.[12]
d. Referensi
atau Sumber Penulisan Tafsir
Di dalam menyusun karyanya
berupa Kitab Tafsir yang ini az-Zamakhsyari juga mempunyai berbagai sumber
untuk menyelesaikannya. Di antaranya adalah yang dikutip oleh Hamim Ilyas
dari Manhaj al-Zamakhsyari.
Adapun buku yang
dijadikan Az-Zamakhsyari sebagai rujukan atau referensi adalah sebagai berikut:
Ø Sumber
Tafsir
1.
Tafsir
al-Mujahid (w. 104 H).
2.
Tafsir
‘Amr ibn ‘As ibn ‘Ubaid Al-Mu’tazili (w. 144 H).
3.
Tafsir
Abi Bakr Al-Mu’tazili (w. 235 H).
4.
Tafsir
Al-Hajjaz (w. 311 H).
5.
Tafsir
Rumani (w. 382 H).
6.
Tafsir
Ali bin Abi Talib dan Ja’far Sadiq.
7.
Tafsir
dari kelompok Jabariyah dan Khawarij.[13]
Ø Sumber
Hadits
Beliau lebih
mengedepankan hadits dari Shahih Muslim walau hadits riwayat yang lain
dicamtumkan tetapi jumlahnya sedikit sekali dan beliau menggunakan istilah fi Al-hadits dalam periwayatannya.
Ø Sumber
Qira’at
1.
Mushaf
‘Abdullah ibn Mas’ud.
2.
Mushaf
Haris ibn Suwaid.
3.
Mushaf
Ubay bin ka’ab.
4.
Mushaf
ulama Hijaz Dan Syam.
Ø Sumber
Bahasa dan Tata Bahasa
1.
Kitab
Al-Nahwi karya Sibawaihi (w. 146 H).
2.
Islah
Al-Mantiq karya Ibn Al-Sukait (w. 244 H).
3.
Al-Kamil,
karya Al-Mubarrad (w. 244 H).
4.
Al-Mutammim,
karya Abdullah Ibn Dusturiyah (w. 285 H).
5.
Al-Hujjah,
karya Abi ‘Ali Al-Farisi (w. 377 H).
6.
Al-Halabiyyat,
karya Abi ‘Ali Al-Farisi (w. 377 H).
7.
Al-Tamam,
karya Ibn Al-Jinni (w. 392).
8.
Al-Muhtasib,
karya Ibn Al-Jinni (w. 392).
9.
Al-Tibyan,
karya Abi Al-Fath Al-Hamdani.
Ø Sumber
Sastra
1.
Al-Hayaran
karya Al-Jahiz.
2.
Hamasah
karya Abi Tamam.
3.
Istaghfir
dan Istaghfiri karya Abu Al-‘Abd Al-Mu’arri.
v Model Tafsirnya
Tafsir al-Kasyaf,
karya Az-Zamakhsyari ini merupakan sebuah kitab tafsir paling masyhur di antara
sekian banyak tafsir yang ditulis dengan metodologi tafsir bi al-ra’yi,
dan bahasa. Al-Alusi , Abu As-Su’ud, An-Nasafi dan para mufassir lain banyak
menukil dari kitab tersebut, tetapi tanpa menyebut sumbernya.
Mu’tazilaisme dalam
tafsirnya telah diungkap dan diteliti oleh Allamah Ahmad An-Nayyir. Lalu
dituangkan dalam bukunya, Al-Intishaf. Dalam kitab itu An-Nayyir
menyerang Az-Zamakhsyari dengan mendiskusikan pemikiran Mu’tazilah yang
dikemukakannya. Ia mengemukakan pandangan berlawanan dengannya sebagaimana ia
pun mendiskusikan pula masalah-masalah kebahasaan yang ada dalam Al-Kasysyaf.
Mustafa Husain Ahmad melalui Al-Maktabah At-Tijariah Mesir, telah menerbitkan
tafsir Az-Zamakhsyari ini pada cetakan yang terbaru, dengan empat buah buku
sebagai lampiran:
a. Al-Intishaf oleh
An-Nayyir;
b. Asy-Syafi
fi Takhrij Ahadits Al-Kasysyaf, oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani;
c. Hasyiah
tafsir Al-Kasysyaf, oleh Syaikh Muhammad Ulyan Al-Marzuq;
d. Masyahid
Al-Inshaf ala Syawahid Al-Kasysyaf, oleh Al-Marzuqi. Kitab terakhir ini menunjukkan
bahwa tafsir Al-Kasysyaf, banyak mengandung faham Mu’tazilah yang diungkapkan
secara tersirat (al-Khattan; 2013: 482).
7.
Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari
QS.
Al-Baqarah Ayat 115
وَلِلَّهِ
الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ
اللَّهَ وَاسِعُ عَلِيمُ
Artinya :”Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat,
maka kemanapun kamu menghadap maka disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah
Mahaluas (rahmatNya) lagi Mahamengetahui”. (QS.al-Baqarah:
115).
Walillahi al-masyriqu wa al-maghribu menurut
Az-Zamaksyari maksudnya adalah Timur dan barat, dan seluruh penjuru bumi,
semuanya milik Allah. Dia yang memiliki dan menguasai seluruh alam. Fainama
tuwallu maksudnya
ke arah manapun manusia mengahadap Allah, hendaknya menghadap kiblat sesuai
dengan firman Allah SWT. Dalam surat Al Baqoroh ayat 144 yang berbunyi:
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي
السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ
وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ
رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Sungguh
Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan
kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam. Dan
di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui bahwa berpaling ke Masjidilharam itu adalah benar dari Rabb-nya; dan
Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 144).
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan
dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. Fatsamma wajhullahu menurut
Az-Zamaksyari maksudnya di tempat (Masjid al-Haram) itu adalah
Allah, yaitu tempat yang disenangi-Nya dan manusia diperintahkan untuk
mengahadap Allah pada tempat tersebut. Maksud ayat di atas adalah apabila
seorang Muslim akan melaksanakan shalat dengan menghadap Masjid al-Haram dan
bait al-Maqdis, akan tetapi ia ragu akan arah yang tepat untuk mengahadap ke
arah tersebut. Allah memberikan kemudahan kepadanya untuk menghadap kiblat ke
arah manapun dalam shalat dan di tempat manapun sehingga ia tidak terikat oleh
lokasi tertentu (Zamakhsyari; 1977: 306).
Menurut Ibnu Umar turunnya ayat ini berkenaan dengan
shalat musafir di atas kendaraan, ia menghadap ke mana kendaraannya menghadap.
Akan tetapi menurut Atho’ ayat ini turun ketika tidak diketahui arah kiblat
shalat oleh suatu kaum, lalu mereka shalat ke arah yang berbeda-beda (sesuai
keyakinan masing-masing). Kemudian pagi harinya, ternyata mereka salah
menghadap kiblat, kemudian mereka menyampaikan peristiwa tersebut kepada Nabi
Muhammad SAW. Ada juga yang mengatakan bahwa bolehnya menghadap ke arah mana
saja itu adalah dalam berdoa, bukan dalam shalat.
Al-Hasan membaca ayat (فأينما تولوا) dengan memberi harokat fathah pada
huruf ta’ sehinngga bacaannya menjadi tawallau karena
menurutnya kata itu berasal dari tawalli, yang berarti ke arah
mana saja kamu menghadap kiblat(Zamakhsyari;
1977: 307).
Q.S. Al Baqoroh Ayat 23
وَإِن
كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن
مِّثْلِهِ وَادْعُواْ شُهَدَاءكُم مِّن دُونِ اللّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya: “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan
tentang Al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah[1]
satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain
Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. (Q.S. Al-Baqarah Ayat 23).
Menurut Az-Zamaksyari kembalinya dhamir (kata
ganti) hi pada kata mitslihi, adalah pada
kata ma nazzalna atau pada kata abdina, tatapi
yang lebih kuat dhamir itu
kembali pada kata ma nazzalna, sesuai dengan maksud ayat
tersebut, sebab yang dibicarakan dalam ayat tersebut adalah al-Quran, bukan
nabi Muhammad SAW (Zamakhsyari; 1977: 307).
QS.
Al-Qiyamah Ayat 22-23
وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ - إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Artinya: “Wajah-wajah
(orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka
melihat.” (QS. Al-Qiyamah Ayat 22-23).
Az-Zamakhsyari mengesampingkan makna lahir
kata nadzirah (melihat), sebab menurut Mu’tzilah Allah SWT
tidak dapat dilihat. Oleh karena itu, kata nadzirah diartikan dengan al-raja’ (menunggu, mengaharapkan).
Az-Zamakshyari juga memeperlihatkan keberpihakannya
pada Mu’tazilah dan membelanya secara gigih, dengan menarik ayat mutasyabihat pada muhakkamat. Oleh karena itu, ketika ia menemukan
suatu ayat yang pada lahirnya (tampaknya) bertentangan dengan prinsip-prinsip
Mu’tazilah, ia akan mencari jalan keluar dengan cara mengumpulkan beberapa
ayat, kemudian mengklasifikasikannya pada ayat muhakkamat dan mutasyabihat. Ayat-ayat
yang sesuai dengan paham Mu’tazilah dikelompokkan dalam ayat muhkamat, sedangkan
ayat-ayat yang tidak sesuai dengan paham Mu’tazilah dikelompokkan ke dalam
ayat mutasyabihat, kemudian
ditakwilkan agar sesuai dengan rinsip-prinsip Mu’tazilah. Misalnya ketika ia
menafsirkan ayat al-Quran surat al-An’am ayat 103:
لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ
يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ ۖ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
Artinya: “Dia
tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang
kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.” (Q.S. Al-An’am ayat 103)
Ayat 103 surat al-An’am dikelompokkan dalam ayat muhkamat, karena maknanya
sesuai dengan paham Mu’tazilah, sedang ayat 22-23 surat al-Qiyamah
dikelompokkan dalam ayat mutasyabihat, karena makna ayat
tersebut tidak sesuai dengan paham Mu’tazilah. Begitu juga kata nadzirah dicarikan
maknanya yang sesuai dengan paham Mu’tazilah, yaitu al-raja’ (menunggu,
mengharapkan).(Zamakhsyari; 1977: 192).
8.
Penilaian Ulama Terhadap Tafsir AL-Kasysyaf
Dikalangan
Ulama, tafsir al-Kasysyaf sangat terkenal dalam mengungkapkan keindahan
balaghahnya. Disamping memiliki kelebihan, tafsir al-Kasysyaf juga memiliki kelemahan dan kekurangan.
Berikut penilaian ulama terhadap tafsir al-Kasysyaf sebagai berikut :
·
Imam Busykual
Imam
Busykual meneliti dua tafsir yaitu tafsir Ibn ‘Athiyyah dan tafsir
Az-Zamakhsyari, ia beropini: “Tafsir Ibn ‘Athiyyah banyak mengambil sumber dari
naql, lebih luas cakupannya dan lebih bersih. Sedangkan tafsir Az-Zamakhsyari
lebih ringkas dan mendalam”. Hanya saja Az-Zamakhsyari dalam menafsirkan
Al-Qur’an sering menggunakan kata-kata yang sukar dan banyak menggunakan syair,
sehingga mempersulit pembaca dalam memahaminya dan sering menyerang mazhab
lain. Hal ini terjadi karena ia berusaha membela madzhabnya, madzhab
Mu’tazilah.
·
Haidar al-Harawi
Haidar
menilai bahwa tafsir Al-Kasysyaf merupakan tafsir yang tinggi nilainya dari
pada tafsir-tafsir sebelumnya dan tidak ada yang dapat menandingi keindahan
maupun pendalamannya.
Kekurangan-kekurangan pada tafsir
al-Kasysyaf menurut Haidar, yaitu:
a.
Sering melakukan penyimpangan makna lafadz tanpa dipikir
lebih mendalam.
b.
Kurang menghormati ulama lain yang tidak sama golongannya.
Sehingga Al-Razi ketika menafsirkan surat al-Maidah ayat 54, menunjukkannya
pada penyusun al-Kasysyaf, karena
Al-Zamakhsyari sering melontarkan celaan kepada para ulama.
c.
Terlalu banyak menggunakan syair-syair dan pribahasa yang
penuh kejenakaan yang jauh dari tuntunan syariat.
d.
Sering menyebut Ahli Sunnah wa Al-Jama’ah dengan tidak
sopan. Bahkan sering mengkafirkan mereka dengan sindiran-sindiran.
·
Ibnu Khaldun
Ibnu
Kaldun berpendapat bahwa tafsir diantara tafsir yang paling baik dan paling
mampu dalam mengungkapkan makna Al-Qur’an
dengan pendekatan bahasa dan balaghah serta i’rabnya adalah tafsir
al-Kasysayaf. Kekurangan tafsir
Al-Kasysyaf menurut Ibnu Kaldun yaitu Dalam tafsir Az-Zamakhsyari sering
membela madzhabnya dalam menafsirkan Al-Qur’an.
·
Mustafa al-Sawi al-Juwaini
Al-Sawi
berpendapat bahwa Az-Zamakhsyari seorang ulama Mu’tazilah yang fanatik dalam
membela pahamnya sehingga penafsirannya lebih condong pada madzhab Mu’tazilah.
·
Ignaz Golziher
Dalam
bukunya Madzahib tafsir al-Islam,
Ignaz mengatakan bahwa tafsir al-Kasysyaf
sangat baik, hanya saja pembelaannya terhadap Mu’tazilah sangat berlebihan.
·
Muhammad Husain al-Zahabi
Beliau
berpendapat bahwa tafsir al-Kasysyaf
adalah kitab tafsir yang paling lengkap dalam menyingkap balaghah al-quran.[14]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Al-Zamakhsyari adalah seorang
mufassir dari tokoh mu’tazilah yang menguasai berbagai disiplin ilmu
seperti nahwu, balaghoh, fiqh dan hadits.Ia memulai menafsirkan
al-Qur’an sejak diminta oleh para sahabatnya dari golongan mu’tazilah yang
meminta untuk memberikan penjelasan mengenai ayat-ayat al-Qur’an.
Kitab al-Kasysyaf adalah sebuah kitab
tafsir yang paling masyhur diantara sekian banyak tafsir yang disusun oleh
mufassir bi al-ra’yi yang mahir dalam bidang bahasa. Al-Alusi,
Abu Su’ud an-nasafi dan para mufassir lannya banyak menukil dari kitab tersebut
tetapi tanpa menyebutkan sumbernya. Paham kemu’tazilahan dalam tafsirnya itu
telah diungkapkan dan telah diteliti oleh ‘Allamah Ahmad an-Nayyir yang
dituangkan dalam bukunya al-Intishaf. Dalam kitab ini
an-Nayyir menyerang Az-Zamkhsyari dengan mendiskusikan masalah akidah
madzhab Mu’tazilah yang dikemukakannya dan mengemukakan pandangan yang
berlawananan dengannya sebagaimana ia mendiskusikan masalah kebahasaan.
Sebagai seorang tokoh mu’tazilah
maka al-Zamakhsyari menerapkan pemikiran theologinya ke dalam tafsir al-Kasyasyf. Sehingga tafsir ini
mempunyai corak khusus yang lebih cenderung berpihak kepada madzhab mu’tazilah.
Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyari dalam karyanya
ini sangat menarik, karena uraiannya singkat dan jelas sehingga para ulama’
Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan pada para ulama
Mu’tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan dengan corak i’tizali, dan
hasilnya adalah tafsir al-Kasysyaf yang ada saat ini.
B. Penutup
Demikian makalah yang
dapat penulis sampaikan. Saran dan kritik senantiasa penulis harapkan demi
sempurnanya makalah ini. Semoga apa yang penulis sampaikan dalam makalah ini
dapat bermanfaat untuk penulis khususnya dan untuk semua teman mahasiswa UIN
Syaruf Hidayatullah pada umumnya. Semoga niat baik kita dalam menuntuk ilmu
senantiasa mendapat Ridho dari Allah SWT. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Baidan, Nashiruddin, Metodologi
Penafsiran al-Quran, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998.
Yusuf Muhammad. Studi Kitab Tafsir
Menyuarakan Teks yang Bisu. Teras, Yogyakarta,2004,
Ilyas, Hamim, Studi
Kitab Tafsir, Yogyakarta, Teras, 2004.
Mustaqim, Abdul, Epistemologi Tafsir
Kontemporer, Yogyakarta, Lkis, 2011.
Dr. A. Husnul Hakim IMZI, M.A Ensiklopedi
Kitab-Kitab Tafsir,Penerbit : Lingkar Studi al-Qur’an (LSiQ), Jawa Barat,
Cetakan I, 2013.
Al-Qaththan, Syaikh Manna, Pengantar
Studi Ilmu Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Ainur Rafiq El-Mazni dari
“Mabahits Fii Ulum Al-Qur’an,” Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cetakan VIII, 2013
Zamakhsyari, al-Kasyaf
an Haqoiqi al-Tanzil wa Uyuuni al-Aqowili fi
al-wujuuh al-Takwil, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyyah, 1995.
Mahmud bin Umar
Al-Khawarizmi Az-Zamakhsyari, Abu Al-Qasim, Al-Kasysyaf an Haqa’iq
Ghawamidh At-Tanzil wa Uyun Aqawil fi Wujuh At-Tanzil, Jilid I& IV, Beirut: Darul
Fikr, Cetakan I, 1977.
Goldziher,
Ignaz, Mazhab Tafsir: Dari Aliran Klasik Hingga Modern,
diterjemahkan oleh M. Alaika Salamullah, dkk. dari “Madzahib al-Tafsir
al-Islami,” Yogyakarta: eLSAQ Press, Cetakan I, 2003.
Mohammad Nabil
Lazuardi dalam sebuah makalah berjudul “Tafsir Al-Kasysyaf” di http://romziana.blogspot.com/2012/10/tafsir-al-kasysyaf.html,
diakses pada
hari Sabtu, 08 Maret 2014.
[1]M. Quraish Shihab, dalam sebuah
pengantar buku Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh (Kajian Masalah
Akidah dan Ibadat) oleh Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA.
[2]Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta:
Lkis, 2011, hal 32.
[3]Goldziher, Ignaz, Mazhab Tafsir: Dari Aliran
Klasik Hingga Modern, diterjemahkan oleh M. Alaika Salamullah, dkk. dari
“Madzahib al-Tafsir al-Islami,” Yogyakarta: eLSAQ Press, Cetakan I, 2003.
[7]Zamakhsyari, al-Kasyaf an Haqoiqi
al-Tanzil wa Uyuuni al-Aqowili fi al-wujuuh al-Takwil, Beirut, Dar
al-Kutub al-Ilmiyyyah, 1995, hal 8. Dikutip dalam suatu makalah dari situs
http://hitampolos.blogspot.com/2010/07/tafsir-al-kasysyaf.html diakses Jumat 22 Maret 2013.
[8]Dr.
A. Husnul Hakim IMZI, M.A Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, Penerbit : Lingkar
Studi al-Qur’an (LSiQ), Jawa Barat, Cetakan I, 2013, hal 62-64
[14]Mohammad
Nabil Lazuardi dalam sebuah makalah berjudul “Tafsir Al-Kasysyaf” di http://romziana.blogspot.com/2012/10/tafsir-al-kasysyaf.html,
diakses pada hari Sabtu, 08 Maret 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar