Selasa, 18 Oktober 2016

TAFSIR AL-KASYSYAF KARYA AZ-ZAMAKHSYARI

TAFSIR AL-KASYSYAF KARYA AZ-ZAMAKHSYARI

Makalah ini diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Membahas KitabTafsir
Dosen Pembimbing : Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.

DisusunOleh :
Kelompok V

Miftah Nurul Huda        (11150340000279)
Fikri Ihsan                   (1113034000189)
Jouhar Bachtiar           (1113034000045)
1445209777536

PROGRAM STUDI ILMU QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2016



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah member rahmat dan hidayah-Nya serta kesehatan, keselamatan kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Semata-semata untuk menyempurnakan materi kuliah Membahas Kitab Tafsir, dalam bentuk makalah yang berjudul “Tafsir al-Kasysyafkarya al-Zamakhsyari”.
Penulis berharap apa yang telah penulis paparkan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Tak lupa pula penulis ucapkan ribuan terimakasih kepada Bapak dosen yang telah memberikan ilmunya dan pengarahannya serta bantuannya kepada penulis dalam penyelesaian tugas ini.
Penulismenyadaribahwamakalahinimasihbanyakterdapatkesalahandankekurangan. Untukitu, saran dankritik yang bersifatmemperbaikidari para pembacasangatpenulisharapkan.
Atas segala perhatiannya, penulis ucapkan terimakasih. Penulis berharap semoga penyajian makalah penulis ini dapat diterima bagi para pembaca. Semoga Allah swt senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.


                                                                                                Jakarta, 12 Oktober 2016



                                                                                                            Tim Penyusun

   

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….....ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………1
1.      Latar Belakang………………………………………………………....…...................1
2.      Rumusan Masalah…………………………………………………………………......2
3.      Tujuan Pembahasan……………………………………………………………….......2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………….....3
A.    Biografi az-Zamakhsyari…………………………………………………………………...3
1.      Riwayat Hidup az-Zamakhsyari………………………………………………………3
2.      Guru-Guru danMuridaz-Zamakhsyari……………………………………………....3
B.     Karya-karyaaz-Zamakhsyari…………………………………………………………......4
C.     Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Kasysyaf……………………………………….4
D.    Karakteristik Tafsir Al-Kasysyaf……………………………………………………..5
E.     Aliran IlmuKalam dan Mazhab Fiqh az-Zamakhsyari………………………………6
F.      Telaah Metodologis Tafsir Al-Kasysyaf……………………………………………...7
1.      Metode Tafsir (Thariqah at-Tafsir)………………………………………………7
2.      Sumber Penafsiran (Mashodir at-Tafsir)…………………………………………7
3.      Corak Tafsir (Lawn at-Tafsir)…………………………………………………….8
4.      Referensi atau Sumber Penulisan………………………………………………..8
G.    Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari…………………………………………………9
H.    Penilaian Ulama Terhadap Tafsir Al-Kasysyaf…………………………………....12
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………..13
KESIMPULAN……………………………………………………………………….. .13
DAFTAR KEPUSTAKAAN……………………………………………………………......14






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sebagai umat yang meyakini kerasulan Muhammad kita mengenalnya dengan nama al-Qur’an. Mempelajari isi daripada al-Qur’an sangatlah penting. Tafsir merupakan hal terpenting dalam menggali kandungan Kitab.  Tafsir juga merupakan ilmu syari’at yang paling tinggi dan paling agung kedudukannya. Selain karena objek pembahasannya yang mulia, tafsir adalah sebuah alat penting yang harus dibutuhkan disetiap zaman. Ini dikarenakan untuk menggali fungsi al-Qur’an dalam mengetahui petunjuk Ilahi yang disampaikan kepada manusia melalui wahyu atau Kitab.[1]
Memperoleh tujuan yang disebutkan di atas adalah perjuangan yang telah lama dilakukan oleh berbagai kalangan. Dimulai dari Rasulullah di dalam menjelaskan al-Qur’an melalui al-Hadits, dilanjutkan di masa sahabat, tani’in dan bahkan sampai sekarang pun masih akan dilakukan penafsiran terhadap Kalam Tuhan ini. Karena selain tafsir sebagai produk tafsir juga sebagai proses.[2]
Tafsir Al-Kasysyaf, siapa yang tidak mengenal tafsir fenomenal karya ulama Mu’tazilah Az-Zamakhsyari tersebut. Tafsir yang sangat kaya dengan gaya bahasa, yang menjadi rujukan semua ulama khususnya mengenai gramatika Arab. Tafsir yang menjadi kebanggan golongan Mu’tazilah, serta mendapatkan banyak pujian dari lawan maupun kawan. Belum ada seorang penafsir pun segiat Az-Zamakhsyari dalam menerangkan kemu’jizatan balaghah (al-I’jaz al-balaghi) atas susunan Al-Qur’an. Ibnu Khaldun membuktikan bahwa fenomena sastra historis yang muncul dalam perhatian yang diberikan penduduk Timur terhadap seni bayan Arab ternyata lebih banyak daripada orang Barat. Bahkan orang Timur, berbeda dengan orang Barat, sangat memperhatikan tafsir Az-Zamakhsyari, karena semuanya itu dibangun atas seni ini, dan inilah sebenarnya pokoknya.(Goldziher; 2003: 149).[3]
Az-Zamakhsyari dengan karyanya Tafsir al-Kasyaf adalah salah satu tafsir yang mengungkap keagungan wahyu Ilahi yang lahir di era ke dua (afirmatif dengan nalar ideologis).[4] Mengenai bagaimana antara az-Zamakhsyari dan karyanya al-Kasyaaf akan menjadi sangat bermanfaat dalam pembahasan makalah ini. Semoga ini menjadi sebuah berita keilmuan yang bermanfaat. Aamiin.


B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Biografi Az-Zamakhsyari
2.      Bagaimana Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Kasysyaf
3.      Bagaimana Aliran Ilmu Kalam Az-Zamakhsyari
4.      Bagaimana Mazhab Fiqh Az-Zamakhsyari
5.      Bagaimana Sumber Penafsiran (Mashodir at-Tafsir)
6.      Bagaimana Metode Tafsir (Thariqah at-Tafsir)
7.      Bagaimana Corak Penafsiran (Lawn at-Tafsir)
8.      Bagaimana Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari
9.      Bagaimana Referensi Penulisan Tafsir al-Kasysyaf
10.  Bagaimana Karakteristik Tafsir al-Kasysyaf

C.    Tujuan Pembahasan

1.      Untuk Mengetahui Biografi Az-Zamakhsyari
2.      Untuk Mengetahui Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Kasysyaf
3.      Untuk Mengetahui Aliran Ilmu Kalam Az-Zamakhsyari
4.      UntukMengetahui Mazhab Fiqh Az-Zamakhsyari
5.      Untuk Mengetahui Sumber Penafsiran (Mashodir at-Tafsir)
6.      Untuk Mengetahui Metode Tafsir (Thariqah at-Tafsir)
7.      Untuk Mengetahui Corak Penafsiran (Lawn at-Tafsir)
8.      Untuk Mengetahui Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari
9.      Untuk Mengetahui Referensi Penulisan Tafsir al-Kasysyaf
10.  UntukMengetahui Karakteristik Tafsir al-Kasysyaf











                                                                     BAB II                          
PEMBAHASAN
1.      Biografi Az-Zamakhsyari
Ø  Riwayat Hidup Az-Zamakhsyari
Dalam tafsir al-kasysyaf, nama lengkap beliau adalah abu al-qasim Mahmud ibn Muhammad  ibn umar al-zamakhsyari. Tetapi ada juga yang menulis Muhammad ibn ‘Umar ibn Muhammad ibn Ahmad al-Zamakhsyari al-Khawarizmi, yang dikenal dengan sebutan Abu al-Qasim.Ulama besar yang hidup pada abad ke 5-6 Hijriyah atau sekitar abad 11-12 Masehi.Beliau lahir pada hari rabu 27 rajab 467 H. atau 18 maret 1075 M. di sebuah desa kecil, Zamakhsyar, yang terletak di kawasan Khawarizm (Bukhara), Asia Tengah (Rusia). Beliau berasal dari keluarga miskin, tetapi alim dan ta’at beragama.
Mulai remaja beliau sudah merantau mencari ilmu ke Bukhara, disana beliau belajar sastra kepada syaikh mansur abi mudra, kemudian pergi ke mekkah dan menetap cukup lama, dan disana pula ia menulis tafsirnya, al-kasysyaf an haqa’iqi gawamidit tanzi wa aqawil fi wujuhit ta’wil. Kemudian pulang dan menjadi salah satu murid Abu Mudaar al-Nahwi dan berhasil menguasai Bahasa Arab, logika, filsafat dan ilmu kalam. Kemudian pernah di Baghdad menjadi murid Abu al-Khottab al-Batr Abi Sya’idah al-Syafani, Abi Manshur al-Harisi dalam pengajian hadits dan menjadi murid al-Damagani al-Syarif ibnu Syajari dalam ilmu fiqih. Pernah pula merantau di Makkah selama dua tahun dan di sini beliau mempelajari kitab Sibawaihi pakar gramatika Arab yang terkenal (w. 518 H). Setelah dua tahun kembali ke kampung halaman akhirnya berkesempatan lagi untuk kembali ke Mekkah dan menetap selama tiga tahun di tahun 256-259 Hatau 1132-1135 M, dan bertempat tinggal dekat dengan baitullah sehingga mendapat gelar sebagai Jaarullah(tetangga Allah) 
Beliau wafat setelah kembali ke Negerinya di Jurjaaniyyah pada malam ‘Arafah tahun 538 H. Az-Zamakhsyari membujang selama hidupnya dan sebagian waktunya diabdikan untuk mencari ilmu dan menyebarkan faham yang dianutnya. Oleh karena itu pencatat biografinya mencatat 50 karya yang telah di tulisnya dan masih ada yang berbentuk manuskrip.[5]
Ø  Guru-guru dan Murid az-Zamakhsyari
Kecintaan al Zamakhsari terhadap ilmu pengetahuan diwujudkan dalam mencari dan menuntut ilmu dari berbagai guru dan syeikh. Ia tidak hanya berguru secara langsung kepada para ulama yang hidup yang semasa dengan beliau, tetapi juga menimba ilmu dengan cara menelaah dan membaca berbagai buku yang ditulis oleh para syeikh seperti :
a.       Abu Mudhar Mahmud ibnu Jarir al-Dhabi al-Ashbahani ( W. 507 H ).
b.      Abu bakar Abdullah ibnu Thalhah al-Yaribi al Andalusi. ( W. 518 H).
c.       Abu Mansur Nashr al-Haritsi.
d.      Abu said al Sqani.
e.       Abu al khattab abnu Abu al-batr.
f.       Abu ali al-Hasan al Muzhfir al-Naisaburi al-Dharir al-Lughawi ( W. 473 H ).
g.      Qhadi al-Qudah Abi Abdillah Muhammad ibnu Ali al-Damighani ( W. 478).
h.      dan al-Syarif ibnu al-Syajari
Ilmu pengetahuan yang ia dapat dari para gurunya diberikan kepada murid-muridnya yang sangat banyak jumlahya. Kadang syekh yang menjadi guru tempat ia menimba ilmu menjadi murid pula baginya. Dalam keadaan seperti ini, ia saling menerima dan memberikan ilmu. Hal ini terjadi antara al-Zamakhsyari dengan beberapa ulama, misalnya dengan al-Syayid Abu al-Hasan Ali ibnu isa ibnu Hamzah al Hasan, salah seorang tokoh terkemuka di Mekkah.
Diantara murid-muridnya yang lain ialah:
a.       Abu al-Mahasin Abdurrahim ibnu Abdullah al-Bazzaz di Abyurad.
b.      Abu Umar Amir ibnu al Hasan al-Sahhar di Zamakhsyar.
c.       Abu Sa'id Ahmad ibnu Muhammad al-Sadzili di Samarqan.
d.      Abu Tahir Saman ibnu Abdul malik al-Faqih al -Quwarizmi.
e.       Muhammad ibnu al-Qasim.
f.       Abu al-Hasan Ali bin Muhammad ibnu Ali ibnu Muhammad ibnu Ahmad al Quwarizmi (Al-Qaththan; 2013: 483).

2.      Karya-karya Az-Zamakhsyari
Di antara karya-karya az-Zamakhsyari yaitu, diantaranya :
a.       Bidang tafsir : al-Kasyaaf ‘an Haqoiqut Tanzil wa Uyuun al-Aqaawil fi Wujuuh al-Ta’wil.
b.      Bidang Hadits : al-Fa’iq fi Ghoriib al-Hadits.
c.       Bidang Fiqih : al-Ra’id fi al-Fara’idl.
d.      Bidang Ilmu Bumi : al-Jibaal wa al-Amkinah
e.       Bidang Akhlaq : Mutasyabih Asma’ al-Ruwat.
f.       Bidang Nahwu dan Bahasa : al-Namuujaz fi al-Nahwi dan Asaas al-Balaghoh.[6]

3.      Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Kasysyaf

Penulisan tafsir ini sebenarnya adalah sebuah permintaan dari pada sahabat dan orang yang mengelilinginya. Ini dapat diketahui di dalam mukaddimah tafsirnya yang pernah dikutip oleh Hamim Ilyas sebagai berikut :
“Sungguh telah datang kepadaku sahabat-sahabatku dari golongan orang-orang yang mulia, selamat dan adil. Mereka menguasai ilmu bahasa Arab dan Tauhid. Sewaktu mereka datang kepadaku untuk menafsirkan suatu ayat. Aku menjelaskan kandungan-kandunan ayat tersebut yang masih ghaib/ tertutup, dan mereka pun menyatakan kekagumannya atas diriku. Saat itu pula mereka meminta aku membuat suatu karya yang berisi pokok-pokok penjelasan al-Qur`an, serta mengajarkannya kepada mereka ‘sekumpulan tentang hakikat-hakikat turunnya al-Qur`an dan pandangan-pandangan yang esensial dalam segi penta`wilan’. Pada mulanya aku tidak bersedia, kemudian mereka tetap bersikeras meminta, bahkan mereka datang kembali beserta tokoh-tokoh agama Ahl al-‘Adl wa al-Tauhîd. Dan yang mendorongku bersedia, karena aku sadar bahwa mereka meminta sesuatu yang sesuatu itu wajib aku turuti, karena melibatkan diri pada sesuatu (yang mereka minta) itu hukumnya fardhu ‘ain. Dimana pada waktu itu situasi dan kondisi (negeri) sedang kacau, dan lemahnya tokoh-tokoh ulama, serta jarangnya orang yang menguasai bermacam-macam keilmuan, apalagi berbicara tentang penguasaan ilmu Bayân dan ilmu Badi`”[7]

Az-Zamakhsyari menulis tafsirnya dimulai ketika berada di Makkah pada tahun 526 H dan diselesaikan pasa Senin Rabi’ul Akhir 528 H. Penafsiran az-Zamkahsyari ini dipandang sangat menarik karena mempunyai uraian yang singkat tetapi jelas.

Al-Zamakhsyari’ menulis kitabnya dengan judul Al-kasysyaf ’an Haqaiq Al-Tamzil wa ‘Uyun Al-Aqawil fi Wujuh Al-Ta’wil. Beliau terinspirasi dengan adanya permintaan kelompok Mu’tazilah yang menamakan dirinya Al-Fi’ah Al-Najiyah Al-Adliyah, beliau mengatakan “ Mu’tazilah menginginkan adanya sebuah kitab tafsir dan meminta saya supaya mengungkapkan hakikat makna Al-Qur’an dan semua kisah yang terdapat didalamnya, termasuk segi-segi penakwilannya”. Beliau berhasil menyelesaikan tafsirnya dalam waktu 30 bulan dimulai di Mekkah tahun 526 H, dan selesai pada hari senin 23 Rabi’ul Akhir 528 H.
4.      Karakteristik Tafsir Al-Kasysyaf
Mula-mula disebutkan nama surah, termauk makkiyah dan madaniyah, lalu dijelaskan maknanya. Jika teradapat nama-nama yang lain, maka hal itu juga disebutkan dengan disertai penjelasan keutamaannya. Kemudian memasukkan penjelasan tentang langgam bacaan (Qira’at), kebahasaan, nahwu, sharaf (Morfologi), bentuk-bentuk kata dan kaidah-kaidah bahasa lainnya. Selanjutnya penulis menjelaskan maksud ayat tersebut. Dalam hal ini, Az-Zamakhsyari juga menukil beberapa pendapat ulama dan argumentasinya; juga tidak lupa memberi jawaban yang argumentatif kepada mereka yang berbeda pendapat dengannya.
Yang paling banyak mendapat perhatian dari kitab tafsir ini adalah penjelasan tentang sisi keindahan, balaghah, yang mana orang-orang Arab itu merasa tidak mampu untuk menandinginya walaupun tidak sampai satu surah.
Melihat apa yang dijelaskan oleh Zamakhsyari tentang masalah  isti’arah, majaz, dan teori-teori balaghah lainnya yang sangat dominan, maka akan sangat tampak begitu penulisnya sangat terobsesi untuk menampilkan keindahan Al-Quran dari segi kebahasaan dan sastranya.
Demikian juga di dalam al-kasysyaf banyak sekali dijumpai penjelasan tentang perbedaan qira’at dan tentu saja Zamakhsyari  sebagai pakar ilmu nahwu tidak pernah lupa menjelaskan dari sisi ini. Oleh karena itu, akan banyak dijumpai al-kasysyaf ini penjelasan tentang I’rab, Nahwu dan lain-lain. Walhasil di dalam al-kasysyaf banyak dijumpai penjelasan tentang istilah-istilah balaghah, seperti isti’arah, tamtsil, tasbih, kinayah dan lain-lain.
Az-Zamakhsyari juga menampilkan dasar-dasar studi kebahasaan dan balaghah, sehingga akan kita temukan penjelasan secara panjang lebar tentang asal kata dan perbandingan dengan lafaz yang satu dengan lafaz yang lain. Begitu juga, beliau melakukan kritik bahasa atas kata-kata tertentu. Namun, disisi lain beliau melakukan penjelasan yang panjang lebar tentang asal kata.
Diantara karakterisitiknya yang lain, bahwa kitab ini sangat menonjol corak penafsirannya, ilmu kalamnya yang bertujuan untuk membela ideologi resminya, mu’tazilah. Dengan argument-argumen yang cukup meyakinkan.
Dari sisi inilah akan sangat tampak perbedaannya dengan Ahl al-sunnah, bahkan tidak jarang terlihat sangat bertentangan cukup jelas antara keduanya ini. Masing-masing pihak menganggap pihak lain sebagai kelompok yang keliru dan sesat. Bahkan seringkali masing-masing menuduhhnya dengan tuduhan-tuduhan yang keras, seperti kafir, berdosa dan lain-lain. Masing-masing pihak juga mengklaim sebagai kelompok yang selamat, sementara yang berseberangan dianggapnya sebagai  kelompok yang akan hancur binasa. Walhasil, masing-masing pihak saling menonjolkan kelompok atau mazhabnya.
Adapun sikap az-Zamakhsyari terhadap ayat-ayat hukum dan hal-hal yang terkait dengan masalah fikih, maka ia bukan yang termasuk fanatik mazhab dan tidak betele-tele, walaupun beliau pengikut Hanafi.
Diantara keistimewaan lainnya, adalah bahwa al-Kasysyaf terhindar dari kisah-kiah Israiliyat. Seandainya ada, maka hal itu sangat terbatas sekali. Hanya saja, penuturan kisah-kisah israiliyat seringkali diungkapkan dengan menggunakan redaksi ruwiya (dikisahkan), atau diserahkan kepada Allah Yang Maha Luas pengetahuan-Nya. Seperti kisah Nabi Daud.
Di dalam al-Kasysyaf terkadang ditemukan riwayat-riwayat palsu yang tidak sesuai dengan akal sehat. Misalnya, hadis-hadis yang cukup panjang yang digunakan untuk mendukung penjelasannya tentang keutamaan surah. Begitu juga riwayat-riwayat tentang Zainab bin Jahsy. Meskipun begitu, al-Kasysyaf ternyata tidak benar-benar terhindar dari kisah-kisah israiliyat, misalnya dalam kasus Ya’juj dan Ma’juj.[8]
5.      Aliran Ilmu Kalam dan Mazhab Fiqh az-Zamakhsyari
Az-Zamakhsyari adalah seorang penganut teologi Mu’tazilah dan bermadzhab fikih Hanafi. Ia mentakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan teologi dan madzhabnya dengan cara yang hanya diketahui oleh orang yang ahli. Ia menyebut kaum Mu’tazilah sebagai “saudara seagama dan golongan utama yang selamat dan adil.” [9](Al-Qaththan; 2013: 481-482).

6.      Telaah Metodologis Tafsir Al-Kasysyaf

a.      Metode Tafsir(Thariqah at-Tafsir)
Al-Zamakhsyari di dalam menafsirkan Al-Qur’an, Tafsir al-Kasysyaf disusun dengan tartib mushafi, yaitu menafsirkan berdasarkan urutan ayat dan surat yang sesuai dengan Mushaf Utsmani.[10]

Dalam menafsirkan al-Qur’an, al-Zamakhsyari mendahulukan untuk menulis ayat al-Qur’an yang akan ditafsirkan, kemudian baru memulai menafsirkannya dengan pemikiran rasional yang didukung dengan dalil-dalil ayat al-Qur’an atau riwayat (hadits)Meskipun ia tidak terikat oleh riwayat dalam penafsirannya. Baik itu berhubungan dengan sabab nuzul suatu ayat atau yang lainnya.[11] Ia juga menggunakan riwayat para sahabat atau tabi’in dan kemudian mengambil konklusi dengan pandangan atau pemikirannya sendiri. Ini kita dapat langsung membuktikannya di dalam penafsirannya yaitu dalam tafsir al-Kasysyaf.

Dari sedikit keterangan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwasannya metode yang digunakan oleh al-Zamakhsyari adalah metode tahlili. yaitu meneliti makna kata-kata dan kalimat-kalimat dengan cermat. Ia juga menyingkap aspek munasabah  yaitu hubungan ayat dengan ayat lainnya atau surat denagan surat lainnya.

b.      Sumber Penafsiran (Mashodir at-Tafsir)
 Selanjutnya sebagian besar dari penafsirannya berorientasi kepada ra’yu (rasio), maka tafsir al-Kasyaf dikategorikan sebagai tafsir bi al-ra’yi, meski terdapat beberapa penafsirannya yang tetap menggunakan dalil naqli. (Nas al-Quran dan Hadis).

c.       Corak Penafsiran (Lawn at-Tafsir)
Corak dari penafsiran al-Zamakhsyari dapat dijelaskan sebagai berikut : 
·         Sebagai seorang yang ahli dalam gramatika arab dan ahli balaghoh maka tafsirnya lebih berorientasi kepada pengungkapan balaghoh atau dalam segi keindahan bahasa al-Qur’an.
·         Tafsirnya lebih bersifat theologis. Ini desebabkan karena ia adalah seorang tokoh mu’tazilah dan lebih menekankan pada corak mu’tazilah.[12]

d.      Referensi  atau Sumber Penulisan Tafsir
Di dalam menyusun karyanya berupa Kitab Tafsir yang ini az-Zamakhsyari juga mempunyai berbagai sumber untuk menyelesaikannya. Di antaranya adalah yang dikutip oleh Hamim Ilyas dari Manhaj al-Zamakhsyari.
Adapun buku yang dijadikan Az-Zamakhsyari sebagai rujukan atau referensi adalah sebagai berikut:
Ø  Sumber Tafsir
1.      Tafsir al-Mujahid (w. 104 H).
2.      Tafsir ‘Amr ibn ‘As ibn ‘Ubaid Al-Mu’tazili (w. 144 H).
3.      Tafsir Abi Bakr Al-Mu’tazili (w. 235 H).
4.      Tafsir Al-Hajjaz (w. 311 H).
5.      Tafsir Rumani (w. 382 H).
6.      Tafsir Ali bin Abi Talib dan Ja’far Sadiq.
7.      Tafsir dari kelompok Jabariyah dan Khawarij.[13]

Ø  Sumber Hadits
Beliau lebih mengedepankan hadits dari Shahih Muslim walau hadits riwayat yang lain dicamtumkan tetapi jumlahnya sedikit sekali dan beliau menggunakan istilah fi Al-hadits dalam periwayatannya.
Ø  Sumber Qira’at
1.      Mushaf ‘Abdullah ibn Mas’ud.
2.      Mushaf Haris ibn Suwaid.
3.      Mushaf Ubay bin ka’ab.
4.      Mushaf ulama Hijaz Dan Syam.

Ø  Sumber Bahasa dan Tata Bahasa
1.      Kitab Al-Nahwi karya Sibawaihi (w. 146 H).
2.      Islah Al-Mantiq karya Ibn Al-Sukait (w. 244 H).
3.      Al-Kamil, karya Al-Mubarrad (w. 244 H).
4.      Al-Mutammim, karya Abdullah Ibn Dusturiyah (w. 285 H).
5.      Al-Hujjah, karya Abi ‘Ali Al-Farisi (w. 377 H).
6.      Al-Halabiyyat, karya Abi ‘Ali Al-Farisi (w. 377 H).
7.      Al-Tamam, karya Ibn Al-Jinni (w. 392).
8.      Al-Muhtasib, karya Ibn Al-Jinni (w. 392).
9.      Al-Tibyan, karya Abi Al-Fath Al-Hamdani.

Ø  Sumber Sastra
1.      Al-Hayaran karya Al-Jahiz.
2.      Hamasah karya Abi Tamam.
3.      Istaghfir dan Istaghfiri karya Abu Al-‘Abd Al-Mu’arri.

v  Model Tafsirnya
Tafsir al-Kasyaf, karya Az-Zamakhsyari ini merupakan sebuah kitab tafsir paling masyhur di antara sekian banyak tafsir yang ditulis dengan metodologi tafsir bi al-ra’yi, dan bahasa. Al-Alusi , Abu As-Su’ud, An-Nasafi dan para mufassir lain banyak menukil dari kitab tersebut, tetapi tanpa menyebut sumbernya.
Mu’tazilaisme dalam tafsirnya telah diungkap dan diteliti oleh Allamah Ahmad An-Nayyir. Lalu dituangkan dalam bukunya, Al-Intishaf. Dalam kitab itu An-Nayyir menyerang Az-Zamakhsyari dengan mendiskusikan pemikiran Mu’tazilah yang dikemukakannya. Ia mengemukakan pandangan berlawanan dengannya sebagaimana ia pun mendiskusikan pula masalah-masalah kebahasaan yang ada dalam Al-Kasysyaf. Mustafa Husain Ahmad melalui Al-Maktabah At-Tijariah Mesir, telah menerbitkan tafsir Az-Zamakhsyari ini pada cetakan yang terbaru, dengan empat buah buku sebagai lampiran:
a.      Al-Intishaf oleh An-Nayyir;
b.      Asy-Syafi fi Takhrij Ahadits Al-Kasysyaf, oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani;
c.       Hasyiah tafsir Al-Kasysyaf, oleh Syaikh Muhammad Ulyan Al-Marzuq;
d.      Masyahid Al-Inshaf ala Syawahid Al-Kasysyaf, oleh Al-Marzuqi. Kitab terakhir ini menunjukkan bahwa tafsir Al-Kasysyaf, banyak mengandung faham Mu’tazilah yang diungkapkan secara tersirat (al-Khattan; 2013: 482). 

7.      Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari

QS. Al-Baqarah Ayat 115
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعُ عَلِيمُ
Artinya :”Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap maka disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas (rahmatNya) lagi Mahamengetahui”. (QS.al-Baqarah: 115).
Walillahi al-masyriqu wa al-maghribu menurut Az-Zamaksyari maksudnya adalah Timur dan barat, dan seluruh penjuru bumi, semuanya milik Allah. Dia yang memiliki dan menguasai seluruh alam. Fainama tuwallu  maksudnya ke arah manapun manusia mengahadap Allah, hendaknya menghadap kiblat sesuai dengan firman Allah SWT. Dalam surat Al Baqoroh ayat 144 yang berbunyi:
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidilharam itu adalah benar dari Rabb-nya; dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 144).
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. Fatsamma wajhullahu  menurut Az-Zamaksyari maksudnya di tempat (Masjid al-Haram) itu adalah Allah, yaitu tempat yang disenangi-Nya dan manusia diperintahkan untuk mengahadap Allah pada tempat tersebut. Maksud ayat di atas adalah apabila seorang Muslim akan melaksanakan shalat dengan menghadap Masjid al-Haram dan bait al-Maqdis, akan tetapi ia ragu akan arah yang tepat untuk mengahadap ke arah tersebut. Allah memberikan kemudahan kepadanya untuk menghadap kiblat ke arah manapun dalam shalat dan di tempat manapun sehingga ia tidak terikat oleh lokasi tertentu (Zamakhsyari; 1977: 306).
Menurut Ibnu Umar turunnya ayat ini berkenaan dengan shalat musafir di atas kendaraan, ia menghadap ke mana kendaraannya menghadap. Akan tetapi menurut Atho’ ayat ini turun ketika tidak diketahui arah kiblat shalat oleh suatu kaum, lalu mereka shalat ke arah yang berbeda-beda (sesuai keyakinan masing-masing). Kemudian pagi harinya, ternyata mereka salah menghadap kiblat, kemudian mereka menyampaikan peristiwa tersebut kepada Nabi Muhammad SAW. Ada juga yang mengatakan bahwa bolehnya menghadap ke arah mana saja itu adalah dalam berdoa, bukan dalam shalat.
Al-Hasan membaca ayat (فأينما تولوا) dengan memberi harokat fathah pada huruf ta’ sehinngga bacaannya menjadi tawallau karena menurutnya kata itu berasal dari tawalli, yang berarti ke arah mana saja kamu menghadap kiblat(Zamakhsyari; 1977: 307).
Q.S. Al Baqoroh Ayat 23
وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُواْ شُهَدَاءكُم مِّن دُونِ اللّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya: “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah[1] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. (Q.S. Al-Baqarah Ayat 23).
Menurut Az-Zamaksyari kembalinya dhamir (kata ganti) hi pada kata mitslihi, adalah pada kata ma nazzalna atau pada kata abdina, tatapi yang lebih kuat dhamir itu kembali pada kata ma nazzalna, sesuai dengan maksud ayat tersebut, sebab yang dibicarakan dalam ayat tersebut adalah al-Quran, bukan nabi Muhammad SAW (Zamakhsyari; 1977: 307).

QS. Al-Qiyamah Ayat 22-23
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ  - إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Artinya: “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah Ayat 22-23).
Az-Zamakhsyari mengesampingkan makna lahir kata nadzirah (melihat), sebab menurut Mu’tzilah Allah SWT tidak dapat dilihat. Oleh karena itu, kata nadzirah diartikan dengan al-raja’ (menunggu, mengaharapkan).
Az-Zamakshyari juga memeperlihatkan keberpihakannya pada Mu’tazilah dan membelanya secara gigih, dengan menarik ayat  mutasyabihat  pada  muhakkamat. Oleh karena itu, ketika ia menemukan suatu ayat yang pada lahirnya (tampaknya) bertentangan dengan prinsip-prinsip Mu’tazilah, ia akan mencari jalan keluar dengan cara mengumpulkan beberapa ayat, kemudian mengklasifikasikannya pada ayat  muhakkamat  dan  mutasyabihat. Ayat-ayat yang sesuai dengan paham Mu’tazilah dikelompokkan dalam ayat muhkamat, sedangkan ayat-ayat yang tidak sesuai dengan paham Mu’tazilah dikelompokkan ke dalam ayat  mutasyabihat,  kemudian ditakwilkan agar sesuai dengan rinsip-prinsip Mu’tazilah. Misalnya ketika ia menafsirkan ayat al-Quran surat al-An’am ayat 103:
لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ ۖ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
Artinya: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.” (Q.S. Al-An’am ayat 103)
Ayat 103 surat al-An’am dikelompokkan dalam ayat muhkamat, karena maknanya sesuai dengan paham Mu’tazilah, sedang ayat 22-23 surat al-Qiyamah dikelompokkan dalam ayat mutasyabihat, karena makna ayat tersebut tidak sesuai dengan paham Mu’tazilah. Begitu juga kata nadzirah dicarikan maknanya yang sesuai dengan paham Mu’tazilah, yaitu al-raja’ (menunggu, mengharapkan).(Zamakhsyari; 1977: 192).

8.      Penilaian Ulama Terhadap Tafsir AL-Kasysyaf
Dikalangan Ulama, tafsir al-Kasysyaf sangat terkenal dalam mengungkapkan keindahan balaghahnya. Disamping memiliki kelebihan, tafsir al-Kasysyaf  juga memiliki kelemahan dan kekurangan. Berikut penilaian ulama terhadap tafsir al-Kasysyaf sebagai berikut :

·         Imam Busykual
Imam Busykual meneliti dua tafsir yaitu tafsir Ibn ‘Athiyyah dan tafsir Az-Zamakhsyari, ia beropini: “Tafsir Ibn ‘Athiyyah banyak mengambil sumber dari naql, lebih luas cakupannya dan lebih bersih. Sedangkan tafsir Az-Zamakhsyari lebih ringkas dan mendalam”. Hanya saja Az-Zamakhsyari dalam menafsirkan Al-Qur’an sering menggunakan kata-kata yang sukar dan banyak menggunakan syair, sehingga mempersulit pembaca dalam memahaminya dan sering menyerang mazhab lain. Hal ini terjadi karena ia berusaha membela madzhabnya, madzhab Mu’tazilah.

·         Haidar al-Harawi
Haidar menilai bahwa tafsir Al-Kasysyaf merupakan tafsir yang tinggi nilainya dari pada tafsir-tafsir sebelumnya dan tidak ada yang dapat menandingi keindahan maupun pendalamannya.
Kekurangan-kekurangan pada tafsir al-Kasysyaf  menurut Haidar, yaitu:
a.       Sering melakukan penyimpangan makna lafadz tanpa dipikir lebih mendalam.
b.      Kurang menghormati ulama lain yang tidak sama golongannya. Sehingga Al-Razi ketika menafsirkan surat al-Maidah ayat 54, menunjukkannya pada  penyusun al-Kasysyaf, karena Al-Zamakhsyari sering melontarkan celaan kepada para ulama.
c.       Terlalu banyak menggunakan syair-syair dan pribahasa yang penuh kejenakaan yang jauh dari tuntunan syariat.
d.      Sering menyebut Ahli Sunnah wa Al-Jama’ah dengan tidak sopan. Bahkan sering mengkafirkan mereka dengan sindiran-sindiran.

·         Ibnu Khaldun
Ibnu Kaldun berpendapat bahwa tafsir diantara tafsir yang paling baik dan paling mampu dalam mengungkapkan makna Al-Qur’an  dengan pendekatan bahasa dan balaghah serta i’rabnya adalah tafsir al-Kasysayaf.  Kekurangan tafsir Al-Kasysyaf menurut Ibnu Kaldun yaitu Dalam tafsir Az-Zamakhsyari sering membela madzhabnya dalam menafsirkan Al-Qur’an.
·         Mustafa al-Sawi al-Juwaini
Al-Sawi berpendapat bahwa Az-Zamakhsyari seorang ulama Mu’tazilah yang fanatik dalam membela pahamnya sehingga penafsirannya lebih condong pada madzhab Mu’tazilah.

·         Ignaz Golziher
Dalam bukunya Madzahib tafsir al-Islam, Ignaz mengatakan bahwa tafsir al-Kasysyaf sangat baik, hanya saja pembelaannya terhadap Mu’tazilah sangat berlebihan.

·         Muhammad Husain al-Zahabi
Beliau berpendapat bahwa tafsir al-Kasysyaf  adalah kitab tafsir yang paling lengkap dalam menyingkap balaghah al-quran.[14]


  


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Al-Zamakhsyari adalah seorang mufassir dari tokoh mu’tazilah yang menguasai berbagai disiplin ilmu seperti nahwu, balaghoh, fiqh dan hadits.Ia memulai menafsirkan al-Qur’an sejak diminta oleh para sahabatnya dari golongan mu’tazilah yang meminta untuk memberikan penjelasan mengenai ayat-ayat al-Qur’an.

Kitab al-Kasysyaf adalah sebuah kitab tafsir yang paling masyhur diantara sekian banyak tafsir yang disusun oleh mufassir bi al-ra’yi yang mahir dalam bidang bahasa. Al-Alusi, Abu Su’ud an-nasafi dan para mufassir lannya banyak menukil dari kitab tersebut tetapi tanpa menyebutkan sumbernya. Paham kemu’tazilahan dalam tafsirnya itu telah diungkapkan dan telah diteliti oleh ‘Allamah Ahmad an-Nayyir yang dituangkan dalam bukunya al-Intishaf. Dalam kitab ini an-Nayyir  menyerang Az-Zamkhsyari dengan mendiskusikan masalah akidah madzhab Mu’tazilah yang dikemukakannya dan mengemukakan pandangan yang berlawananan dengannya sebagaimana ia mendiskusikan masalah kebahasaan.

Sebagai seorang tokoh mu’tazilah maka al-Zamakhsyari menerapkan pemikiran theologinya ke dalam tafsir al-Kasyasyf. Sehingga tafsir ini mempunyai corak khusus yang lebih cenderung berpihak kepada madzhab mu’tazilah.

Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyari dalam karyanya ini sangat menarik, karena uraiannya singkat dan jelas sehingga para ulama’ Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan pada para ulama Mu’tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan dengan corak i’tizali, dan hasilnya adalah tafsir al-Kasysyaf yang ada saat ini.

B.     Penutup
Demikian makalah yang dapat penulis sampaikan. Saran dan kritik senantiasa penulis harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga apa yang penulis sampaikan dalam makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis khususnya dan untuk semua teman mahasiswa UIN Syaruf Hidayatullah pada umumnya. Semoga niat baik kita dalam menuntuk ilmu senantiasa mendapat Ridho dari Allah SWT. Aamiin.






DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nashiruddin, Metodologi Penafsiran al-Quran, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998.
Yusuf Muhammad. Studi Kitab Tafsir Menyuarakan Teks yang Bisu. Teras, Yogyakarta,2004,
Ilyas, Hamim, Studi Kitab Tafsir, Yogyakarta, Teras, 2004.

Mustaqim, Abdul, Epistemologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta, Lkis, 2011.
Dr. A. Husnul Hakim IMZI, M.A Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir,Penerbit : Lingkar Studi al-Qur’an (LSiQ), Jawa Barat, Cetakan I, 2013.
Al-Qaththan, Syaikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Ainur Rafiq El-Mazni dari “Mabahits Fii Ulum Al-Qur’an,” Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cetakan VIII, 2013
Zamakhsyari, al-Kasyaf aHaqoiqi al-Tanzil wa Uyuuni al-Aqowili fi al-wujuuh al-Takwil, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyyah, 1995.

Mahmud bin Umar Al-Khawarizmi Az-Zamakhsyari, Abu Al-Qasim, Al-Kasysyaf an Haqa’iq Ghawamidh At-Tanzil wa Uyun Aqawil fi Wujuh At-Tanzil, Jilid I& IV, Beirut: Darul Fikr,  Cetakan I, 1977.

Goldziher, Ignaz, Mazhab Tafsir: Dari Aliran Klasik Hingga Modern, diterjemahkan oleh M. Alaika Salamullah, dkk. dari “Madzahib al-Tafsir al-Islami,” Yogyakarta: eLSAQ Press, Cetakan I, 2003.

Mohammad Nabil Lazuardi dalam sebuah makalah berjudul “Tafsir Al-Kasysyaf” di http://romziana.blogspot.com/2012/10/tafsir-al-kasysyaf.html, diakses pada hari Sabtu, 08 Maret 2014. 






[1]M. Quraish Shihab, dalam sebuah pengantar buku Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh (Kajian Masalah Akidah dan Ibadat) oleh Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA.
[2]Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta: Lkis, 2011, hal 32.
[3]Goldziher, Ignaz, Mazhab Tafsir: Dari Aliran Klasik Hingga Modern, diterjemahkan oleh M. Alaika Salamullah, dkk. dari “Madzahib al-Tafsir al-Islami,” Yogyakarta: eLSAQ Press, Cetakan I, 2003.
[4]Ibid, h.47.
[5]Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, Yogyakarta :Teras, 2004, hal 34-37.

[6]Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: UI Press, hal 34.
[7]Zamakhsyari, al-Kasyaf aHaqoiqi al-Tanzil wa Uyuuni al-Aqowili fi al-wujuuh al-Takwil, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyyah, 1995, hal 8. Dikutip dalam suatu makalah dari situs  http://hitampolos.blogspot.com/2010/07/tafsir-al-kasysyaf.html diakses Jumat 22 Maret 2013.
[8]Dr. A. Husnul Hakim IMZI, M.A Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, Penerbit : Lingkar Studi al-Qur’an (LSiQ), Jawa Barat, Cetakan I, 2013, hal 62-64
[9]Ibid. h. 481-482.
[10]Ibid, hal 51-52.
[11]Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998, hal 50.

[12]Op.cit, Hamim Ilyas, hal 54-56.
[13]Op.cit, Hamim Ilyas, hal 50
[14]Mohammad Nabil Lazuardi dalam sebuah makalah berjudul “Tafsir Al-Kasysyaf” di  http://romziana.blogspot.com/2012/10/tafsir-al-kasysyaf.html, diakses pada hari Sabtu, 08 Maret 2014.