Selasa, 08 November 2016

Menemukan Sosok Keindahan Al-Qur’an dengan Ilmu Munasabah

Resensi Buku
DISKURSUS MUNASABAH AL-QUR'AN Dalam Tafsir AL-Mishbah

                                                               Cover Munasabah Alquran.jpg

Tema Resensi              : Menemukan Sosok Keindahan Al-Qur’an dengan Ilmu Munasabah
Judul Buku                  : Diskursus Munasabah Al-Qur’an Dalam Tafsir Al-Mishbah
Penulis                         : Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.
Editor                          : Nur Laili Nusroh, Abdul Manaf
Penerbit                       : Amzah                                                               
Tempat Terbit              : Jakarta
Cetakan                       : Pertama, dicetak oleh Sinar Grafika Offset
Bulan Terbit                : April
Tahun Terbit                : 2015 
Tebal Buku                  : xxxii + 294 halaman                                             
Jumlah Bab                 : 5 bab
Ukuran Buku              : 23 cm x 15,5 cm
Harga Buku                 : Rp. 60.000,00
Design Cover              : Diah Purnamasari                                                
Layouter                      : Pawit Suhardi
Resentator                   : Fikri Ihsan

Pada kesempatan kali ini, saya akan meresensi sebuah buku yang berjudul “Diskursus Munasabah Al-Qur'an Dalam Tafsir Al-Mishbah” karya Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.  Buku ini berisi tentang bagaimana cara kita menafsirkan Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan ilmu tafsirnya. Buku ini sangat bermanfaat bagi kita semua yang ingin mengetahui lebih jauh dan mendalam tentang Al-Qur’an agar kita tidak salah pemahaman dalam mengetahui isi kandungan setiap ayat pada Al-Qur’an. Buku ini berisi 4 pembahasan, diantaranya: Peran Munasabah sebagai Instrumen Penafsiran Al-Qur’anTafsir Al-Mishbah dalam Tradisi Tafsir NusantaraModel Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir Al-Mishbah, dan Tinjauan Kritis terhadap Konsep dan Penerapan Munasabah dalam Tafsir Al-Mishbah.

Buku “Diskursus Munasabah Al- Qur’an dalam Tafsir Al- Mishbah” ditulis oleh salah seorang Mufassir muda, Doktor muda, dan Pakar di bidang Al-Quran dan Tafsir yaitu Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.. Beliau lahir di Banten, 21 Februari 1982. Beliau menyelesaikan pendidikan S-1 hingga S-3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan waktu yang terbilang cukup singkat. Beliau menyelesaikan studi S-1 nya dalam waktu 3 tahun 4 bulan. Beliau menyelesaikan program S-2 nya pada tahun 2007. Dan beliau menyelesaikan studi S-3 nya pada tahun 2011.  Beliau adalah lulusan terbaik dalam Pendidikan Kader Mufassir ( PKM ) Pusat Studi Al- Qur’an tahun 2010 dan menjadi Anggota Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur’an. Saat ini beliau menjadi dosen di berbagai universitas yang ada di Indonesia, diantaranya adalah beliau dosen tetap di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi S-1 dan S-2, mengampu mata kuliah Tafsir Ekonomi dan Studi Islam. Beliau juga menjadi dosen terbang di Program Pascasajana IAIN Raden Intan Lampung (2012-sekarang) dan Pascasarjana UNISMA Bekasi sejak tahun 2014. Selain itu beliau juga pernah menjadi dosen luar biasa di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Fakultas Syariah dan Hukum, dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN syarif Hidayatullah Jakarta. Dan sampai saat ini, beliau mengajar mata kuliah Membahas Kitab Tafsir di Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Buku yang ditulis oleh Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. ini pada mulanya adalah hasil disertasi beliau di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang kemudian diterbitkan sebagai buku yang bermanfaat bagi mahasiswa yang berkonsentrasi di bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Buku ini juga tentu menjadi kontribusi yang baik bagi masyarakat secara luas pada umumnya. Buku ini sangat baik dibaca oleh siapapun, baik santri, ilmuwan, peneliti, akademisi, maupun pengkaji Islam. Tujuan beliau menulis buku ini adalah untuk memberikan gambaran tentang sekelumit sisi keistimewaan Al- Qur’an dan dapat berkontribusi, baik bagi umat maupun perkembangan keilmuan. Serta mengantarkan kaum muslim untuk lebih memperdalam, menghayati dan mengamalkan tuntunannya melalui pendekatan kajian munasabah ini.

Acuan penulis dalam menulis buku munasabah ini yaitu lahir dari disertasinya, meneliti tentang berbagai munasabah yang ada pada tafsir karya M. Quraish Shihab yang berjudul Tafsir Al-Misbah. Tafsir Al-Misbah adalah tafsir kontemporer yang terkemuka di Indonesia. Meskipun demikian, tafsir-tafsir karya ulama lainnya juga ikut diserap. Pola munasabah yang diulas dalam buku ini menyajikan dua pola, yaitu munasabah ayat dan pola munasabah surah.

Lalu  bagaimana Sosok Keindahan Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir Al- Mishbah ?

Pada bab pertama, buku ini menjelaskan mengenai munasabah dalam kajian Al-Qur’an. Pengenalan terhadap munasabah itu sendiri yang mempunyai arti penting dalam memahami makna Alquran. Dengan adanya munasabah, tentu menyuratkan bahwa keserasian di setiap bagian dari Alquran merupakan mukjizat yang tak terbantahkan dan dapat menambah keyakinan kita tentang kemukjizatan Alquran, baik dari susunan Alquran, kalimatnya, ayat-ayatnya, maupun surah-surahnya, karena kesemuanya itu mengandung manfaat. Adapun isi pokok buku pengetahuan munasabah Alquran ini menjelaskan bahwa Alquran merupakan satu kesatuan yang memiliki keserasian (munasabah). Seperti yang kita ketahui, bahwa nilai-nilai Alquran berbeda dengan realitas sosial, maka dari itu perlu adanya tafsir untuk mengungkap, menjelaskan, memahami dan mengetahui prinsip-prinsip kandungan Alquran. Selain itu, buku ini juga memuat corak-corak penafsiran menganai kemukjizatan Alquran, perdebatan sejarah penulisan dan sistematika Alquran, urutan surah di dalam Alquran serta perdebatan antara urutan turun dan urutan pembacaan dalam Alquran.

Pada bab kedua, buku ini masuk kepada pembahasan bagaimana kondisi sosial pengarang dan apa metode, corak serta pendekatan apa yang digunakan dalam Tafsir Al- Mishbah. Seperti kita ketahui M. Quraish Shihab adalah penulis daripada Tafsir Al- Mishbah. Beliau menulis kitab tafsir ini dengan penuh keseriusan dan diselesaikan dalam waktu yang tidak sebentar. M. Quraish Shihab memiliki perjalanan studi yang luar biasa.

Pada bab ketiga, buku ini menjelaskan model munasabah alquran dalam tafsir al-mishbah, Al-Zarkasyi memberikan model munasabah, yaitu munasabah antara jumlah dan dalam satu ayat, munasabah anatara permulaan dan akhir ayat (antara mabda’ dan fashilah), munasabah antar ayat dalam satu surah, munasabah antar ayat sejenis dalam berbagai surah, munasabah antara pembuka surah dan penutup surah, munasabah antara akhir surah dan penutup surah, munasabah antara akhir surah dan awal surah lainnya, munasabah antar surah, munasabah antara nama surah dan tujuan atau sasaran penurunannya, serta munasabah antara nama-nama surah.

Dan pada bab terakhir yaitu bab keempat, buku ini memberi tahu bahwa Tafsir Al- Mishbah memiliki ragam kajian munasabah di dalamnya. Dalam mengurai munasabah M. Quraish Shihab tiga tahapan yakni, mengelompokkan sekian banyak ayat dalam satu kelompok kemudian menjelaskan hubungannya dengan kelompok ayat-ayat  berikutnya, menemukan tema sentral satu arah kemudian mengembalikan uraian kelompok ayat- ayat tersebut kepada sentralnya, dan menghubungkan ayat dengan ayat sebelumnya kemudian menjelaskan keserasiaannya. Selain munasabah ayat dijelaskan pula bagaimana pola munasabah surat yaitu, munasabah antara suatu surat dan surat sebelumnya, munasabah antara awal uraian surat dengan akhir uraian surat, munasabah antara awal surat dan akhir surat sebelumnya, munasabah antara tema surat dan nama surat, munasabah antara penutup surat dan mukadimah surat berikutnya, munasabah antarkisah dalam satu surat, munasabah antar surat, dan munasabah antara Fawatih Al- Suwar dan Isi surat.

Kelebihan buku ini adalah penulis menjelaskan secara detail isi buku tersebut, pembahasan tentang Ilmu Munasabah Al-Quran nya benar-benar terperinci, mulai dari arti Munasabah itu sendiri, Al-Quran, dan lain sebagainya. Mencantumkan sumber- sumber tepercaya, serta pendapat tokoh- tokoh yang beliau kutip dari berbagai sumber. Buku ini juga mengandung banyak aspek-aspek yang sangat membantu dalam memahami materi yang disampaikan penulis dalam pembahasannya, sebagai contoh buku ini memberikan pedoman transliterasi, daftar pustaka, catatan kaki, indeks, biografi penulis dan penutup yang berupa kesimpulan. Buku ini juga di lengkapi footnote yang jelas dan lengkap sesuai sumbernya di hampir setiap halaman sehingga pembaca dapat mengetahui sumber yang jelas pada isi buku tersebut.

Kekurangan buku ini adalah penulis terlalu menggunakan bahasa yang baku sehingga pembaca merasa tidak nyaman dan cepat bosan, apalagi penulis sebagai dosen yang mewajibkan mahasiswanya memiliki buku ini “kurang” cocok membacanya karena bahasa yang baku dan sedikit sulit dipahami. Terlalu banyaknya footnote juga sedikit mengganggu karena terdapat beberapa halaman dimana hampir setengah halamannya berisikan footnote. Tidak adanya gambar untuk lebih membuat ketertarikan pembaca. Selain itu, gambar juga bisa membantu pembaca untuk lebih memahami sebuah tulisan.

Kesimpulannya adalah Buku ini sangat layak dibaca karena memuat ilmu pendidikan agama, tidak hanya langsung menjelaskan pada inti, namun juga dikupas tuntas dari sejarah awal hingga penerapan prakteknya. Buku Diskursus Munasabah Al-Qur’an ini menawarkan pemahaman Tafsir Al-Mishbah melalui berbagai perspektif dari ulama dan para tokoh. Buku ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir maupun siapa saja yang menyukai kajian dan ingin mendalami Al-Quran.




Selasa, 18 Oktober 2016

TAFSIR AL-KASYSYAF KARYA AZ-ZAMAKHSYARI

TAFSIR AL-KASYSYAF KARYA AZ-ZAMAKHSYARI

Makalah ini diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Membahas KitabTafsir
Dosen Pembimbing : Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.

DisusunOleh :
Kelompok V

Miftah Nurul Huda        (11150340000279)
Fikri Ihsan                   (1113034000189)
Jouhar Bachtiar           (1113034000045)
1445209777536

PROGRAM STUDI ILMU QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2016



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah member rahmat dan hidayah-Nya serta kesehatan, keselamatan kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Semata-semata untuk menyempurnakan materi kuliah Membahas Kitab Tafsir, dalam bentuk makalah yang berjudul “Tafsir al-Kasysyafkarya al-Zamakhsyari”.
Penulis berharap apa yang telah penulis paparkan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Tak lupa pula penulis ucapkan ribuan terimakasih kepada Bapak dosen yang telah memberikan ilmunya dan pengarahannya serta bantuannya kepada penulis dalam penyelesaian tugas ini.
Penulismenyadaribahwamakalahinimasihbanyakterdapatkesalahandankekurangan. Untukitu, saran dankritik yang bersifatmemperbaikidari para pembacasangatpenulisharapkan.
Atas segala perhatiannya, penulis ucapkan terimakasih. Penulis berharap semoga penyajian makalah penulis ini dapat diterima bagi para pembaca. Semoga Allah swt senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.


                                                                                                Jakarta, 12 Oktober 2016



                                                                                                            Tim Penyusun

   

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….....ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………1
1.      Latar Belakang………………………………………………………....…...................1
2.      Rumusan Masalah…………………………………………………………………......2
3.      Tujuan Pembahasan……………………………………………………………….......2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………….....3
A.    Biografi az-Zamakhsyari…………………………………………………………………...3
1.      Riwayat Hidup az-Zamakhsyari………………………………………………………3
2.      Guru-Guru danMuridaz-Zamakhsyari……………………………………………....3
B.     Karya-karyaaz-Zamakhsyari…………………………………………………………......4
C.     Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Kasysyaf……………………………………….4
D.    Karakteristik Tafsir Al-Kasysyaf……………………………………………………..5
E.     Aliran IlmuKalam dan Mazhab Fiqh az-Zamakhsyari………………………………6
F.      Telaah Metodologis Tafsir Al-Kasysyaf……………………………………………...7
1.      Metode Tafsir (Thariqah at-Tafsir)………………………………………………7
2.      Sumber Penafsiran (Mashodir at-Tafsir)…………………………………………7
3.      Corak Tafsir (Lawn at-Tafsir)…………………………………………………….8
4.      Referensi atau Sumber Penulisan………………………………………………..8
G.    Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari…………………………………………………9
H.    Penilaian Ulama Terhadap Tafsir Al-Kasysyaf…………………………………....12
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………..13
KESIMPULAN……………………………………………………………………….. .13
DAFTAR KEPUSTAKAAN……………………………………………………………......14






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sebagai umat yang meyakini kerasulan Muhammad kita mengenalnya dengan nama al-Qur’an. Mempelajari isi daripada al-Qur’an sangatlah penting. Tafsir merupakan hal terpenting dalam menggali kandungan Kitab.  Tafsir juga merupakan ilmu syari’at yang paling tinggi dan paling agung kedudukannya. Selain karena objek pembahasannya yang mulia, tafsir adalah sebuah alat penting yang harus dibutuhkan disetiap zaman. Ini dikarenakan untuk menggali fungsi al-Qur’an dalam mengetahui petunjuk Ilahi yang disampaikan kepada manusia melalui wahyu atau Kitab.[1]
Memperoleh tujuan yang disebutkan di atas adalah perjuangan yang telah lama dilakukan oleh berbagai kalangan. Dimulai dari Rasulullah di dalam menjelaskan al-Qur’an melalui al-Hadits, dilanjutkan di masa sahabat, tani’in dan bahkan sampai sekarang pun masih akan dilakukan penafsiran terhadap Kalam Tuhan ini. Karena selain tafsir sebagai produk tafsir juga sebagai proses.[2]
Tafsir Al-Kasysyaf, siapa yang tidak mengenal tafsir fenomenal karya ulama Mu’tazilah Az-Zamakhsyari tersebut. Tafsir yang sangat kaya dengan gaya bahasa, yang menjadi rujukan semua ulama khususnya mengenai gramatika Arab. Tafsir yang menjadi kebanggan golongan Mu’tazilah, serta mendapatkan banyak pujian dari lawan maupun kawan. Belum ada seorang penafsir pun segiat Az-Zamakhsyari dalam menerangkan kemu’jizatan balaghah (al-I’jaz al-balaghi) atas susunan Al-Qur’an. Ibnu Khaldun membuktikan bahwa fenomena sastra historis yang muncul dalam perhatian yang diberikan penduduk Timur terhadap seni bayan Arab ternyata lebih banyak daripada orang Barat. Bahkan orang Timur, berbeda dengan orang Barat, sangat memperhatikan tafsir Az-Zamakhsyari, karena semuanya itu dibangun atas seni ini, dan inilah sebenarnya pokoknya.(Goldziher; 2003: 149).[3]
Az-Zamakhsyari dengan karyanya Tafsir al-Kasyaf adalah salah satu tafsir yang mengungkap keagungan wahyu Ilahi yang lahir di era ke dua (afirmatif dengan nalar ideologis).[4] Mengenai bagaimana antara az-Zamakhsyari dan karyanya al-Kasyaaf akan menjadi sangat bermanfaat dalam pembahasan makalah ini. Semoga ini menjadi sebuah berita keilmuan yang bermanfaat. Aamiin.


B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Biografi Az-Zamakhsyari
2.      Bagaimana Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Kasysyaf
3.      Bagaimana Aliran Ilmu Kalam Az-Zamakhsyari
4.      Bagaimana Mazhab Fiqh Az-Zamakhsyari
5.      Bagaimana Sumber Penafsiran (Mashodir at-Tafsir)
6.      Bagaimana Metode Tafsir (Thariqah at-Tafsir)
7.      Bagaimana Corak Penafsiran (Lawn at-Tafsir)
8.      Bagaimana Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari
9.      Bagaimana Referensi Penulisan Tafsir al-Kasysyaf
10.  Bagaimana Karakteristik Tafsir al-Kasysyaf

C.    Tujuan Pembahasan

1.      Untuk Mengetahui Biografi Az-Zamakhsyari
2.      Untuk Mengetahui Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Kasysyaf
3.      Untuk Mengetahui Aliran Ilmu Kalam Az-Zamakhsyari
4.      UntukMengetahui Mazhab Fiqh Az-Zamakhsyari
5.      Untuk Mengetahui Sumber Penafsiran (Mashodir at-Tafsir)
6.      Untuk Mengetahui Metode Tafsir (Thariqah at-Tafsir)
7.      Untuk Mengetahui Corak Penafsiran (Lawn at-Tafsir)
8.      Untuk Mengetahui Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari
9.      Untuk Mengetahui Referensi Penulisan Tafsir al-Kasysyaf
10.  UntukMengetahui Karakteristik Tafsir al-Kasysyaf











                                                                     BAB II                          
PEMBAHASAN
1.      Biografi Az-Zamakhsyari
Ø  Riwayat Hidup Az-Zamakhsyari
Dalam tafsir al-kasysyaf, nama lengkap beliau adalah abu al-qasim Mahmud ibn Muhammad  ibn umar al-zamakhsyari. Tetapi ada juga yang menulis Muhammad ibn ‘Umar ibn Muhammad ibn Ahmad al-Zamakhsyari al-Khawarizmi, yang dikenal dengan sebutan Abu al-Qasim.Ulama besar yang hidup pada abad ke 5-6 Hijriyah atau sekitar abad 11-12 Masehi.Beliau lahir pada hari rabu 27 rajab 467 H. atau 18 maret 1075 M. di sebuah desa kecil, Zamakhsyar, yang terletak di kawasan Khawarizm (Bukhara), Asia Tengah (Rusia). Beliau berasal dari keluarga miskin, tetapi alim dan ta’at beragama.
Mulai remaja beliau sudah merantau mencari ilmu ke Bukhara, disana beliau belajar sastra kepada syaikh mansur abi mudra, kemudian pergi ke mekkah dan menetap cukup lama, dan disana pula ia menulis tafsirnya, al-kasysyaf an haqa’iqi gawamidit tanzi wa aqawil fi wujuhit ta’wil. Kemudian pulang dan menjadi salah satu murid Abu Mudaar al-Nahwi dan berhasil menguasai Bahasa Arab, logika, filsafat dan ilmu kalam. Kemudian pernah di Baghdad menjadi murid Abu al-Khottab al-Batr Abi Sya’idah al-Syafani, Abi Manshur al-Harisi dalam pengajian hadits dan menjadi murid al-Damagani al-Syarif ibnu Syajari dalam ilmu fiqih. Pernah pula merantau di Makkah selama dua tahun dan di sini beliau mempelajari kitab Sibawaihi pakar gramatika Arab yang terkenal (w. 518 H). Setelah dua tahun kembali ke kampung halaman akhirnya berkesempatan lagi untuk kembali ke Mekkah dan menetap selama tiga tahun di tahun 256-259 Hatau 1132-1135 M, dan bertempat tinggal dekat dengan baitullah sehingga mendapat gelar sebagai Jaarullah(tetangga Allah) 
Beliau wafat setelah kembali ke Negerinya di Jurjaaniyyah pada malam ‘Arafah tahun 538 H. Az-Zamakhsyari membujang selama hidupnya dan sebagian waktunya diabdikan untuk mencari ilmu dan menyebarkan faham yang dianutnya. Oleh karena itu pencatat biografinya mencatat 50 karya yang telah di tulisnya dan masih ada yang berbentuk manuskrip.[5]
Ø  Guru-guru dan Murid az-Zamakhsyari
Kecintaan al Zamakhsari terhadap ilmu pengetahuan diwujudkan dalam mencari dan menuntut ilmu dari berbagai guru dan syeikh. Ia tidak hanya berguru secara langsung kepada para ulama yang hidup yang semasa dengan beliau, tetapi juga menimba ilmu dengan cara menelaah dan membaca berbagai buku yang ditulis oleh para syeikh seperti :
a.       Abu Mudhar Mahmud ibnu Jarir al-Dhabi al-Ashbahani ( W. 507 H ).
b.      Abu bakar Abdullah ibnu Thalhah al-Yaribi al Andalusi. ( W. 518 H).
c.       Abu Mansur Nashr al-Haritsi.
d.      Abu said al Sqani.
e.       Abu al khattab abnu Abu al-batr.
f.       Abu ali al-Hasan al Muzhfir al-Naisaburi al-Dharir al-Lughawi ( W. 473 H ).
g.      Qhadi al-Qudah Abi Abdillah Muhammad ibnu Ali al-Damighani ( W. 478).
h.      dan al-Syarif ibnu al-Syajari
Ilmu pengetahuan yang ia dapat dari para gurunya diberikan kepada murid-muridnya yang sangat banyak jumlahya. Kadang syekh yang menjadi guru tempat ia menimba ilmu menjadi murid pula baginya. Dalam keadaan seperti ini, ia saling menerima dan memberikan ilmu. Hal ini terjadi antara al-Zamakhsyari dengan beberapa ulama, misalnya dengan al-Syayid Abu al-Hasan Ali ibnu isa ibnu Hamzah al Hasan, salah seorang tokoh terkemuka di Mekkah.
Diantara murid-muridnya yang lain ialah:
a.       Abu al-Mahasin Abdurrahim ibnu Abdullah al-Bazzaz di Abyurad.
b.      Abu Umar Amir ibnu al Hasan al-Sahhar di Zamakhsyar.
c.       Abu Sa'id Ahmad ibnu Muhammad al-Sadzili di Samarqan.
d.      Abu Tahir Saman ibnu Abdul malik al-Faqih al -Quwarizmi.
e.       Muhammad ibnu al-Qasim.
f.       Abu al-Hasan Ali bin Muhammad ibnu Ali ibnu Muhammad ibnu Ahmad al Quwarizmi (Al-Qaththan; 2013: 483).

2.      Karya-karya Az-Zamakhsyari
Di antara karya-karya az-Zamakhsyari yaitu, diantaranya :
a.       Bidang tafsir : al-Kasyaaf ‘an Haqoiqut Tanzil wa Uyuun al-Aqaawil fi Wujuuh al-Ta’wil.
b.      Bidang Hadits : al-Fa’iq fi Ghoriib al-Hadits.
c.       Bidang Fiqih : al-Ra’id fi al-Fara’idl.
d.      Bidang Ilmu Bumi : al-Jibaal wa al-Amkinah
e.       Bidang Akhlaq : Mutasyabih Asma’ al-Ruwat.
f.       Bidang Nahwu dan Bahasa : al-Namuujaz fi al-Nahwi dan Asaas al-Balaghoh.[6]

3.      Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Kasysyaf

Penulisan tafsir ini sebenarnya adalah sebuah permintaan dari pada sahabat dan orang yang mengelilinginya. Ini dapat diketahui di dalam mukaddimah tafsirnya yang pernah dikutip oleh Hamim Ilyas sebagai berikut :
“Sungguh telah datang kepadaku sahabat-sahabatku dari golongan orang-orang yang mulia, selamat dan adil. Mereka menguasai ilmu bahasa Arab dan Tauhid. Sewaktu mereka datang kepadaku untuk menafsirkan suatu ayat. Aku menjelaskan kandungan-kandunan ayat tersebut yang masih ghaib/ tertutup, dan mereka pun menyatakan kekagumannya atas diriku. Saat itu pula mereka meminta aku membuat suatu karya yang berisi pokok-pokok penjelasan al-Qur`an, serta mengajarkannya kepada mereka ‘sekumpulan tentang hakikat-hakikat turunnya al-Qur`an dan pandangan-pandangan yang esensial dalam segi penta`wilan’. Pada mulanya aku tidak bersedia, kemudian mereka tetap bersikeras meminta, bahkan mereka datang kembali beserta tokoh-tokoh agama Ahl al-‘Adl wa al-Tauhîd. Dan yang mendorongku bersedia, karena aku sadar bahwa mereka meminta sesuatu yang sesuatu itu wajib aku turuti, karena melibatkan diri pada sesuatu (yang mereka minta) itu hukumnya fardhu ‘ain. Dimana pada waktu itu situasi dan kondisi (negeri) sedang kacau, dan lemahnya tokoh-tokoh ulama, serta jarangnya orang yang menguasai bermacam-macam keilmuan, apalagi berbicara tentang penguasaan ilmu Bayân dan ilmu Badi`”[7]

Az-Zamakhsyari menulis tafsirnya dimulai ketika berada di Makkah pada tahun 526 H dan diselesaikan pasa Senin Rabi’ul Akhir 528 H. Penafsiran az-Zamkahsyari ini dipandang sangat menarik karena mempunyai uraian yang singkat tetapi jelas.

Al-Zamakhsyari’ menulis kitabnya dengan judul Al-kasysyaf ’an Haqaiq Al-Tamzil wa ‘Uyun Al-Aqawil fi Wujuh Al-Ta’wil. Beliau terinspirasi dengan adanya permintaan kelompok Mu’tazilah yang menamakan dirinya Al-Fi’ah Al-Najiyah Al-Adliyah, beliau mengatakan “ Mu’tazilah menginginkan adanya sebuah kitab tafsir dan meminta saya supaya mengungkapkan hakikat makna Al-Qur’an dan semua kisah yang terdapat didalamnya, termasuk segi-segi penakwilannya”. Beliau berhasil menyelesaikan tafsirnya dalam waktu 30 bulan dimulai di Mekkah tahun 526 H, dan selesai pada hari senin 23 Rabi’ul Akhir 528 H.
4.      Karakteristik Tafsir Al-Kasysyaf
Mula-mula disebutkan nama surah, termauk makkiyah dan madaniyah, lalu dijelaskan maknanya. Jika teradapat nama-nama yang lain, maka hal itu juga disebutkan dengan disertai penjelasan keutamaannya. Kemudian memasukkan penjelasan tentang langgam bacaan (Qira’at), kebahasaan, nahwu, sharaf (Morfologi), bentuk-bentuk kata dan kaidah-kaidah bahasa lainnya. Selanjutnya penulis menjelaskan maksud ayat tersebut. Dalam hal ini, Az-Zamakhsyari juga menukil beberapa pendapat ulama dan argumentasinya; juga tidak lupa memberi jawaban yang argumentatif kepada mereka yang berbeda pendapat dengannya.
Yang paling banyak mendapat perhatian dari kitab tafsir ini adalah penjelasan tentang sisi keindahan, balaghah, yang mana orang-orang Arab itu merasa tidak mampu untuk menandinginya walaupun tidak sampai satu surah.
Melihat apa yang dijelaskan oleh Zamakhsyari tentang masalah  isti’arah, majaz, dan teori-teori balaghah lainnya yang sangat dominan, maka akan sangat tampak begitu penulisnya sangat terobsesi untuk menampilkan keindahan Al-Quran dari segi kebahasaan dan sastranya.
Demikian juga di dalam al-kasysyaf banyak sekali dijumpai penjelasan tentang perbedaan qira’at dan tentu saja Zamakhsyari  sebagai pakar ilmu nahwu tidak pernah lupa menjelaskan dari sisi ini. Oleh karena itu, akan banyak dijumpai al-kasysyaf ini penjelasan tentang I’rab, Nahwu dan lain-lain. Walhasil di dalam al-kasysyaf banyak dijumpai penjelasan tentang istilah-istilah balaghah, seperti isti’arah, tamtsil, tasbih, kinayah dan lain-lain.
Az-Zamakhsyari juga menampilkan dasar-dasar studi kebahasaan dan balaghah, sehingga akan kita temukan penjelasan secara panjang lebar tentang asal kata dan perbandingan dengan lafaz yang satu dengan lafaz yang lain. Begitu juga, beliau melakukan kritik bahasa atas kata-kata tertentu. Namun, disisi lain beliau melakukan penjelasan yang panjang lebar tentang asal kata.
Diantara karakterisitiknya yang lain, bahwa kitab ini sangat menonjol corak penafsirannya, ilmu kalamnya yang bertujuan untuk membela ideologi resminya, mu’tazilah. Dengan argument-argumen yang cukup meyakinkan.
Dari sisi inilah akan sangat tampak perbedaannya dengan Ahl al-sunnah, bahkan tidak jarang terlihat sangat bertentangan cukup jelas antara keduanya ini. Masing-masing pihak menganggap pihak lain sebagai kelompok yang keliru dan sesat. Bahkan seringkali masing-masing menuduhhnya dengan tuduhan-tuduhan yang keras, seperti kafir, berdosa dan lain-lain. Masing-masing pihak juga mengklaim sebagai kelompok yang selamat, sementara yang berseberangan dianggapnya sebagai  kelompok yang akan hancur binasa. Walhasil, masing-masing pihak saling menonjolkan kelompok atau mazhabnya.
Adapun sikap az-Zamakhsyari terhadap ayat-ayat hukum dan hal-hal yang terkait dengan masalah fikih, maka ia bukan yang termasuk fanatik mazhab dan tidak betele-tele, walaupun beliau pengikut Hanafi.
Diantara keistimewaan lainnya, adalah bahwa al-Kasysyaf terhindar dari kisah-kiah Israiliyat. Seandainya ada, maka hal itu sangat terbatas sekali. Hanya saja, penuturan kisah-kisah israiliyat seringkali diungkapkan dengan menggunakan redaksi ruwiya (dikisahkan), atau diserahkan kepada Allah Yang Maha Luas pengetahuan-Nya. Seperti kisah Nabi Daud.
Di dalam al-Kasysyaf terkadang ditemukan riwayat-riwayat palsu yang tidak sesuai dengan akal sehat. Misalnya, hadis-hadis yang cukup panjang yang digunakan untuk mendukung penjelasannya tentang keutamaan surah. Begitu juga riwayat-riwayat tentang Zainab bin Jahsy. Meskipun begitu, al-Kasysyaf ternyata tidak benar-benar terhindar dari kisah-kisah israiliyat, misalnya dalam kasus Ya’juj dan Ma’juj.[8]
5.      Aliran Ilmu Kalam dan Mazhab Fiqh az-Zamakhsyari
Az-Zamakhsyari adalah seorang penganut teologi Mu’tazilah dan bermadzhab fikih Hanafi. Ia mentakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan teologi dan madzhabnya dengan cara yang hanya diketahui oleh orang yang ahli. Ia menyebut kaum Mu’tazilah sebagai “saudara seagama dan golongan utama yang selamat dan adil.” [9](Al-Qaththan; 2013: 481-482).

6.      Telaah Metodologis Tafsir Al-Kasysyaf

a.      Metode Tafsir(Thariqah at-Tafsir)
Al-Zamakhsyari di dalam menafsirkan Al-Qur’an, Tafsir al-Kasysyaf disusun dengan tartib mushafi, yaitu menafsirkan berdasarkan urutan ayat dan surat yang sesuai dengan Mushaf Utsmani.[10]

Dalam menafsirkan al-Qur’an, al-Zamakhsyari mendahulukan untuk menulis ayat al-Qur’an yang akan ditafsirkan, kemudian baru memulai menafsirkannya dengan pemikiran rasional yang didukung dengan dalil-dalil ayat al-Qur’an atau riwayat (hadits)Meskipun ia tidak terikat oleh riwayat dalam penafsirannya. Baik itu berhubungan dengan sabab nuzul suatu ayat atau yang lainnya.[11] Ia juga menggunakan riwayat para sahabat atau tabi’in dan kemudian mengambil konklusi dengan pandangan atau pemikirannya sendiri. Ini kita dapat langsung membuktikannya di dalam penafsirannya yaitu dalam tafsir al-Kasysyaf.

Dari sedikit keterangan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwasannya metode yang digunakan oleh al-Zamakhsyari adalah metode tahlili. yaitu meneliti makna kata-kata dan kalimat-kalimat dengan cermat. Ia juga menyingkap aspek munasabah  yaitu hubungan ayat dengan ayat lainnya atau surat denagan surat lainnya.

b.      Sumber Penafsiran (Mashodir at-Tafsir)
 Selanjutnya sebagian besar dari penafsirannya berorientasi kepada ra’yu (rasio), maka tafsir al-Kasyaf dikategorikan sebagai tafsir bi al-ra’yi, meski terdapat beberapa penafsirannya yang tetap menggunakan dalil naqli. (Nas al-Quran dan Hadis).

c.       Corak Penafsiran (Lawn at-Tafsir)
Corak dari penafsiran al-Zamakhsyari dapat dijelaskan sebagai berikut : 
·         Sebagai seorang yang ahli dalam gramatika arab dan ahli balaghoh maka tafsirnya lebih berorientasi kepada pengungkapan balaghoh atau dalam segi keindahan bahasa al-Qur’an.
·         Tafsirnya lebih bersifat theologis. Ini desebabkan karena ia adalah seorang tokoh mu’tazilah dan lebih menekankan pada corak mu’tazilah.[12]

d.      Referensi  atau Sumber Penulisan Tafsir
Di dalam menyusun karyanya berupa Kitab Tafsir yang ini az-Zamakhsyari juga mempunyai berbagai sumber untuk menyelesaikannya. Di antaranya adalah yang dikutip oleh Hamim Ilyas dari Manhaj al-Zamakhsyari.
Adapun buku yang dijadikan Az-Zamakhsyari sebagai rujukan atau referensi adalah sebagai berikut:
Ø  Sumber Tafsir
1.      Tafsir al-Mujahid (w. 104 H).
2.      Tafsir ‘Amr ibn ‘As ibn ‘Ubaid Al-Mu’tazili (w. 144 H).
3.      Tafsir Abi Bakr Al-Mu’tazili (w. 235 H).
4.      Tafsir Al-Hajjaz (w. 311 H).
5.      Tafsir Rumani (w. 382 H).
6.      Tafsir Ali bin Abi Talib dan Ja’far Sadiq.
7.      Tafsir dari kelompok Jabariyah dan Khawarij.[13]

Ø  Sumber Hadits
Beliau lebih mengedepankan hadits dari Shahih Muslim walau hadits riwayat yang lain dicamtumkan tetapi jumlahnya sedikit sekali dan beliau menggunakan istilah fi Al-hadits dalam periwayatannya.
Ø  Sumber Qira’at
1.      Mushaf ‘Abdullah ibn Mas’ud.
2.      Mushaf Haris ibn Suwaid.
3.      Mushaf Ubay bin ka’ab.
4.      Mushaf ulama Hijaz Dan Syam.

Ø  Sumber Bahasa dan Tata Bahasa
1.      Kitab Al-Nahwi karya Sibawaihi (w. 146 H).
2.      Islah Al-Mantiq karya Ibn Al-Sukait (w. 244 H).
3.      Al-Kamil, karya Al-Mubarrad (w. 244 H).
4.      Al-Mutammim, karya Abdullah Ibn Dusturiyah (w. 285 H).
5.      Al-Hujjah, karya Abi ‘Ali Al-Farisi (w. 377 H).
6.      Al-Halabiyyat, karya Abi ‘Ali Al-Farisi (w. 377 H).
7.      Al-Tamam, karya Ibn Al-Jinni (w. 392).
8.      Al-Muhtasib, karya Ibn Al-Jinni (w. 392).
9.      Al-Tibyan, karya Abi Al-Fath Al-Hamdani.

Ø  Sumber Sastra
1.      Al-Hayaran karya Al-Jahiz.
2.      Hamasah karya Abi Tamam.
3.      Istaghfir dan Istaghfiri karya Abu Al-‘Abd Al-Mu’arri.

v  Model Tafsirnya
Tafsir al-Kasyaf, karya Az-Zamakhsyari ini merupakan sebuah kitab tafsir paling masyhur di antara sekian banyak tafsir yang ditulis dengan metodologi tafsir bi al-ra’yi, dan bahasa. Al-Alusi , Abu As-Su’ud, An-Nasafi dan para mufassir lain banyak menukil dari kitab tersebut, tetapi tanpa menyebut sumbernya.
Mu’tazilaisme dalam tafsirnya telah diungkap dan diteliti oleh Allamah Ahmad An-Nayyir. Lalu dituangkan dalam bukunya, Al-Intishaf. Dalam kitab itu An-Nayyir menyerang Az-Zamakhsyari dengan mendiskusikan pemikiran Mu’tazilah yang dikemukakannya. Ia mengemukakan pandangan berlawanan dengannya sebagaimana ia pun mendiskusikan pula masalah-masalah kebahasaan yang ada dalam Al-Kasysyaf. Mustafa Husain Ahmad melalui Al-Maktabah At-Tijariah Mesir, telah menerbitkan tafsir Az-Zamakhsyari ini pada cetakan yang terbaru, dengan empat buah buku sebagai lampiran:
a.      Al-Intishaf oleh An-Nayyir;
b.      Asy-Syafi fi Takhrij Ahadits Al-Kasysyaf, oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani;
c.       Hasyiah tafsir Al-Kasysyaf, oleh Syaikh Muhammad Ulyan Al-Marzuq;
d.      Masyahid Al-Inshaf ala Syawahid Al-Kasysyaf, oleh Al-Marzuqi. Kitab terakhir ini menunjukkan bahwa tafsir Al-Kasysyaf, banyak mengandung faham Mu’tazilah yang diungkapkan secara tersirat (al-Khattan; 2013: 482). 

7.      Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari

QS. Al-Baqarah Ayat 115
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعُ عَلِيمُ
Artinya :”Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap maka disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas (rahmatNya) lagi Mahamengetahui”. (QS.al-Baqarah: 115).
Walillahi al-masyriqu wa al-maghribu menurut Az-Zamaksyari maksudnya adalah Timur dan barat, dan seluruh penjuru bumi, semuanya milik Allah. Dia yang memiliki dan menguasai seluruh alam. Fainama tuwallu  maksudnya ke arah manapun manusia mengahadap Allah, hendaknya menghadap kiblat sesuai dengan firman Allah SWT. Dalam surat Al Baqoroh ayat 144 yang berbunyi:
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidilharam itu adalah benar dari Rabb-nya; dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 144).
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. Fatsamma wajhullahu  menurut Az-Zamaksyari maksudnya di tempat (Masjid al-Haram) itu adalah Allah, yaitu tempat yang disenangi-Nya dan manusia diperintahkan untuk mengahadap Allah pada tempat tersebut. Maksud ayat di atas adalah apabila seorang Muslim akan melaksanakan shalat dengan menghadap Masjid al-Haram dan bait al-Maqdis, akan tetapi ia ragu akan arah yang tepat untuk mengahadap ke arah tersebut. Allah memberikan kemudahan kepadanya untuk menghadap kiblat ke arah manapun dalam shalat dan di tempat manapun sehingga ia tidak terikat oleh lokasi tertentu (Zamakhsyari; 1977: 306).
Menurut Ibnu Umar turunnya ayat ini berkenaan dengan shalat musafir di atas kendaraan, ia menghadap ke mana kendaraannya menghadap. Akan tetapi menurut Atho’ ayat ini turun ketika tidak diketahui arah kiblat shalat oleh suatu kaum, lalu mereka shalat ke arah yang berbeda-beda (sesuai keyakinan masing-masing). Kemudian pagi harinya, ternyata mereka salah menghadap kiblat, kemudian mereka menyampaikan peristiwa tersebut kepada Nabi Muhammad SAW. Ada juga yang mengatakan bahwa bolehnya menghadap ke arah mana saja itu adalah dalam berdoa, bukan dalam shalat.
Al-Hasan membaca ayat (فأينما تولوا) dengan memberi harokat fathah pada huruf ta’ sehinngga bacaannya menjadi tawallau karena menurutnya kata itu berasal dari tawalli, yang berarti ke arah mana saja kamu menghadap kiblat(Zamakhsyari; 1977: 307).
Q.S. Al Baqoroh Ayat 23
وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُواْ شُهَدَاءكُم مِّن دُونِ اللّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya: “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah[1] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. (Q.S. Al-Baqarah Ayat 23).
Menurut Az-Zamaksyari kembalinya dhamir (kata ganti) hi pada kata mitslihi, adalah pada kata ma nazzalna atau pada kata abdina, tatapi yang lebih kuat dhamir itu kembali pada kata ma nazzalna, sesuai dengan maksud ayat tersebut, sebab yang dibicarakan dalam ayat tersebut adalah al-Quran, bukan nabi Muhammad SAW (Zamakhsyari; 1977: 307).

QS. Al-Qiyamah Ayat 22-23
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ  - إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Artinya: “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah Ayat 22-23).
Az-Zamakhsyari mengesampingkan makna lahir kata nadzirah (melihat), sebab menurut Mu’tzilah Allah SWT tidak dapat dilihat. Oleh karena itu, kata nadzirah diartikan dengan al-raja’ (menunggu, mengaharapkan).
Az-Zamakshyari juga memeperlihatkan keberpihakannya pada Mu’tazilah dan membelanya secara gigih, dengan menarik ayat  mutasyabihat  pada  muhakkamat. Oleh karena itu, ketika ia menemukan suatu ayat yang pada lahirnya (tampaknya) bertentangan dengan prinsip-prinsip Mu’tazilah, ia akan mencari jalan keluar dengan cara mengumpulkan beberapa ayat, kemudian mengklasifikasikannya pada ayat  muhakkamat  dan  mutasyabihat. Ayat-ayat yang sesuai dengan paham Mu’tazilah dikelompokkan dalam ayat muhkamat, sedangkan ayat-ayat yang tidak sesuai dengan paham Mu’tazilah dikelompokkan ke dalam ayat  mutasyabihat,  kemudian ditakwilkan agar sesuai dengan rinsip-prinsip Mu’tazilah. Misalnya ketika ia menafsirkan ayat al-Quran surat al-An’am ayat 103:
لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ ۖ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
Artinya: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.” (Q.S. Al-An’am ayat 103)
Ayat 103 surat al-An’am dikelompokkan dalam ayat muhkamat, karena maknanya sesuai dengan paham Mu’tazilah, sedang ayat 22-23 surat al-Qiyamah dikelompokkan dalam ayat mutasyabihat, karena makna ayat tersebut tidak sesuai dengan paham Mu’tazilah. Begitu juga kata nadzirah dicarikan maknanya yang sesuai dengan paham Mu’tazilah, yaitu al-raja’ (menunggu, mengharapkan).(Zamakhsyari; 1977: 192).

8.      Penilaian Ulama Terhadap Tafsir AL-Kasysyaf
Dikalangan Ulama, tafsir al-Kasysyaf sangat terkenal dalam mengungkapkan keindahan balaghahnya. Disamping memiliki kelebihan, tafsir al-Kasysyaf  juga memiliki kelemahan dan kekurangan. Berikut penilaian ulama terhadap tafsir al-Kasysyaf sebagai berikut :

·         Imam Busykual
Imam Busykual meneliti dua tafsir yaitu tafsir Ibn ‘Athiyyah dan tafsir Az-Zamakhsyari, ia beropini: “Tafsir Ibn ‘Athiyyah banyak mengambil sumber dari naql, lebih luas cakupannya dan lebih bersih. Sedangkan tafsir Az-Zamakhsyari lebih ringkas dan mendalam”. Hanya saja Az-Zamakhsyari dalam menafsirkan Al-Qur’an sering menggunakan kata-kata yang sukar dan banyak menggunakan syair, sehingga mempersulit pembaca dalam memahaminya dan sering menyerang mazhab lain. Hal ini terjadi karena ia berusaha membela madzhabnya, madzhab Mu’tazilah.

·         Haidar al-Harawi
Haidar menilai bahwa tafsir Al-Kasysyaf merupakan tafsir yang tinggi nilainya dari pada tafsir-tafsir sebelumnya dan tidak ada yang dapat menandingi keindahan maupun pendalamannya.
Kekurangan-kekurangan pada tafsir al-Kasysyaf  menurut Haidar, yaitu:
a.       Sering melakukan penyimpangan makna lafadz tanpa dipikir lebih mendalam.
b.      Kurang menghormati ulama lain yang tidak sama golongannya. Sehingga Al-Razi ketika menafsirkan surat al-Maidah ayat 54, menunjukkannya pada  penyusun al-Kasysyaf, karena Al-Zamakhsyari sering melontarkan celaan kepada para ulama.
c.       Terlalu banyak menggunakan syair-syair dan pribahasa yang penuh kejenakaan yang jauh dari tuntunan syariat.
d.      Sering menyebut Ahli Sunnah wa Al-Jama’ah dengan tidak sopan. Bahkan sering mengkafirkan mereka dengan sindiran-sindiran.

·         Ibnu Khaldun
Ibnu Kaldun berpendapat bahwa tafsir diantara tafsir yang paling baik dan paling mampu dalam mengungkapkan makna Al-Qur’an  dengan pendekatan bahasa dan balaghah serta i’rabnya adalah tafsir al-Kasysayaf.  Kekurangan tafsir Al-Kasysyaf menurut Ibnu Kaldun yaitu Dalam tafsir Az-Zamakhsyari sering membela madzhabnya dalam menafsirkan Al-Qur’an.
·         Mustafa al-Sawi al-Juwaini
Al-Sawi berpendapat bahwa Az-Zamakhsyari seorang ulama Mu’tazilah yang fanatik dalam membela pahamnya sehingga penafsirannya lebih condong pada madzhab Mu’tazilah.

·         Ignaz Golziher
Dalam bukunya Madzahib tafsir al-Islam, Ignaz mengatakan bahwa tafsir al-Kasysyaf sangat baik, hanya saja pembelaannya terhadap Mu’tazilah sangat berlebihan.

·         Muhammad Husain al-Zahabi
Beliau berpendapat bahwa tafsir al-Kasysyaf  adalah kitab tafsir yang paling lengkap dalam menyingkap balaghah al-quran.[14]


  


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Al-Zamakhsyari adalah seorang mufassir dari tokoh mu’tazilah yang menguasai berbagai disiplin ilmu seperti nahwu, balaghoh, fiqh dan hadits.Ia memulai menafsirkan al-Qur’an sejak diminta oleh para sahabatnya dari golongan mu’tazilah yang meminta untuk memberikan penjelasan mengenai ayat-ayat al-Qur’an.

Kitab al-Kasysyaf adalah sebuah kitab tafsir yang paling masyhur diantara sekian banyak tafsir yang disusun oleh mufassir bi al-ra’yi yang mahir dalam bidang bahasa. Al-Alusi, Abu Su’ud an-nasafi dan para mufassir lannya banyak menukil dari kitab tersebut tetapi tanpa menyebutkan sumbernya. Paham kemu’tazilahan dalam tafsirnya itu telah diungkapkan dan telah diteliti oleh ‘Allamah Ahmad an-Nayyir yang dituangkan dalam bukunya al-Intishaf. Dalam kitab ini an-Nayyir  menyerang Az-Zamkhsyari dengan mendiskusikan masalah akidah madzhab Mu’tazilah yang dikemukakannya dan mengemukakan pandangan yang berlawananan dengannya sebagaimana ia mendiskusikan masalah kebahasaan.

Sebagai seorang tokoh mu’tazilah maka al-Zamakhsyari menerapkan pemikiran theologinya ke dalam tafsir al-Kasyasyf. Sehingga tafsir ini mempunyai corak khusus yang lebih cenderung berpihak kepada madzhab mu’tazilah.

Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyari dalam karyanya ini sangat menarik, karena uraiannya singkat dan jelas sehingga para ulama’ Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan pada para ulama Mu’tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan dengan corak i’tizali, dan hasilnya adalah tafsir al-Kasysyaf yang ada saat ini.

B.     Penutup
Demikian makalah yang dapat penulis sampaikan. Saran dan kritik senantiasa penulis harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga apa yang penulis sampaikan dalam makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis khususnya dan untuk semua teman mahasiswa UIN Syaruf Hidayatullah pada umumnya. Semoga niat baik kita dalam menuntuk ilmu senantiasa mendapat Ridho dari Allah SWT. Aamiin.






DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nashiruddin, Metodologi Penafsiran al-Quran, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998.
Yusuf Muhammad. Studi Kitab Tafsir Menyuarakan Teks yang Bisu. Teras, Yogyakarta,2004,
Ilyas, Hamim, Studi Kitab Tafsir, Yogyakarta, Teras, 2004.

Mustaqim, Abdul, Epistemologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta, Lkis, 2011.
Dr. A. Husnul Hakim IMZI, M.A Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir,Penerbit : Lingkar Studi al-Qur’an (LSiQ), Jawa Barat, Cetakan I, 2013.
Al-Qaththan, Syaikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Ainur Rafiq El-Mazni dari “Mabahits Fii Ulum Al-Qur’an,” Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cetakan VIII, 2013
Zamakhsyari, al-Kasyaf aHaqoiqi al-Tanzil wa Uyuuni al-Aqowili fi al-wujuuh al-Takwil, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyyah, 1995.

Mahmud bin Umar Al-Khawarizmi Az-Zamakhsyari, Abu Al-Qasim, Al-Kasysyaf an Haqa’iq Ghawamidh At-Tanzil wa Uyun Aqawil fi Wujuh At-Tanzil, Jilid I& IV, Beirut: Darul Fikr,  Cetakan I, 1977.

Goldziher, Ignaz, Mazhab Tafsir: Dari Aliran Klasik Hingga Modern, diterjemahkan oleh M. Alaika Salamullah, dkk. dari “Madzahib al-Tafsir al-Islami,” Yogyakarta: eLSAQ Press, Cetakan I, 2003.

Mohammad Nabil Lazuardi dalam sebuah makalah berjudul “Tafsir Al-Kasysyaf” di http://romziana.blogspot.com/2012/10/tafsir-al-kasysyaf.html, diakses pada hari Sabtu, 08 Maret 2014. 






[1]M. Quraish Shihab, dalam sebuah pengantar buku Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh (Kajian Masalah Akidah dan Ibadat) oleh Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA.
[2]Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta: Lkis, 2011, hal 32.
[3]Goldziher, Ignaz, Mazhab Tafsir: Dari Aliran Klasik Hingga Modern, diterjemahkan oleh M. Alaika Salamullah, dkk. dari “Madzahib al-Tafsir al-Islami,” Yogyakarta: eLSAQ Press, Cetakan I, 2003.
[4]Ibid, h.47.
[5]Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, Yogyakarta :Teras, 2004, hal 34-37.

[6]Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: UI Press, hal 34.
[7]Zamakhsyari, al-Kasyaf aHaqoiqi al-Tanzil wa Uyuuni al-Aqowili fi al-wujuuh al-Takwil, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyyah, 1995, hal 8. Dikutip dalam suatu makalah dari situs  http://hitampolos.blogspot.com/2010/07/tafsir-al-kasysyaf.html diakses Jumat 22 Maret 2013.
[8]Dr. A. Husnul Hakim IMZI, M.A Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, Penerbit : Lingkar Studi al-Qur’an (LSiQ), Jawa Barat, Cetakan I, 2013, hal 62-64
[9]Ibid. h. 481-482.
[10]Ibid, hal 51-52.
[11]Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998, hal 50.

[12]Op.cit, Hamim Ilyas, hal 54-56.
[13]Op.cit, Hamim Ilyas, hal 50
[14]Mohammad Nabil Lazuardi dalam sebuah makalah berjudul “Tafsir Al-Kasysyaf” di  http://romziana.blogspot.com/2012/10/tafsir-al-kasysyaf.html, diakses pada hari Sabtu, 08 Maret 2014.