PERADABAN
ISLAM SAFAWI DI PERSIA
Diajukan
untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah “Sejarah Peradaban Islam”
Dosen
Pembimbing: Dra, Marzuqoh, MA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
FIKRI IHSAN
1113034000189

JURUSAN
TAFSIR HADIS I-E
FAKULTAS
USHULUDDIN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
segala puji bagi Allah, yang Maha Agung lagi Maha Mulia. Sholawat serta salam
atas sang baginda rasul, Nabiyyuna Muhammad SAW, keluarga, para sahabat,
Tabi’in, Tabi’ittabi’in, serta mereka yang berpedoman dengan hidayah-Nya.
Makalah
yang berjudul “PERADABAN ISLAM SAFAWI DI PERSIA” ini disusun guna untuk
memenuhi tugas makalah pada kuliah “Sejarah Peradaban Islam”, yang di bombing
oleh Ibu dosen Dra, Marzuqoh, MA
Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu dosen mata kuliah ini yang telah
membimbing kami, menemani kami, dan memberi pengarahan kepada kami.
Pemakalah
juga menyadari bahwa mungkin dalam penulisan, penyajian makalah ini sungguh
jauh dari kesempurnaan baik dalam segi isi dan sebagainya, untuk itu dengan
segala kerendahan hati pemakalah meminta maaf yang sebesar-besarnya, inilah
yang pemakalah bisa sajikan kepada rekan-rekan semua, pemakalah juga
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun supaya pada makalah yang
akan dating, kami bisa lebih lagi.
Semoga
Allah memberikan kemanfaatan akan Makalah ini, khususnya bagi penulis dan bagi
pembaca umumnya. Aamiin…!
Ciputat,
16 Desember 2013
Pemakalah
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………i
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………….ii
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………………….1
BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………………………..2
A.
Latar
Belakang Berdirinya Kerajaan Safawi………………………………….2
B. Masa Kejayaan Kerajaan Safawi……………………………………………...6
C.
Peradaban-Peradaban
Yang Berkembang……………………………………..6
D.
Factor-factor runtuhnya kerajaan
Safawi……………………..........................10
BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………..13 KESIMPULAN………………………………………………………………………13
DAFTAR
KEPUSTAKAAN………………………………………………………...13
BAB I
PENDAHULUAN
Setelah khalifah Abbasiyah di Bagdad runtuh
akibat serangan tentara Mongol,[[1]] kekuatan
politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya
tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling
memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur
akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun, kemalangan tidak berhenti sampai
disitu. Timur Lenk, pemimpin bangsa mongol saat itu, juga menghancurkan
pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.
Keadaan politik umat islam secara keseluruhan
baru mengalami kemajuan kembali setelah dan berkembangnya tiga kerajaan besar :
Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Dimasa tiga
kerjaan besar ini kejayaan masing-masing terutama dalam bentuk literatur dan
arsitek. Masjid-masjid yang didirikan kerajaan ini masih dapat
diihat di Istambul, Tibriz dan Isfaham serta kota-kota lain di Iran dan Delhi.
Kemajuan umat islam di zaman ini lebih banyak merupakan warisan kemajuan pada
masa priode klasik. Perhatian di ilmu pengetahuan masih kurang. Tentu saja bila
dibandingkan kemjuan yang dicapai pada masa dinasti Abbsyiah, khususnya di
bidang ilmu pengetahuan. Namun, menarik untuk dikaji, karena kemajuan pada masa
ini terwujud setelah dunia islam mengalami kemunduran beberapa abad lamanya.[[2]]
Ada dua aspek menarik dari pengkajian sejarah
kerajaan Safawi pada 1501-1722 M. Pertama lahir kembali dinasti Safawi adalah
kebangkitan kembali kejayaan Islam, sebelumnya pernah mengalami masa kecemerlangan.
Kedua, dinasti Safawi telah memberikan Iran semacam “Negara Nasional” dengan
identitas baru yaitu aliran Syiah yang menurut G.H. Jansen merupakan landasan
bagi perkembangan Nasionalisme Iran modern.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang Berdirinya Kerajaan Safawi
Awalnya kerajaan ini berasal dari sebuah
gerakan tarekat yang berdiri di Ardabila, sebuah kota di Azerbaijan, Tarekat
ini diberi nama Tarekat Safawiyah,[[3]] yang
diambil dari nama pendirinya Safi Al-din (1252-1334 M), dan nama itu terus
dipertahankankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu
terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan Kerajaan.[[4]] Menurut
Harun Nasution, di Persia muncul suatu dinasti yang kemudian merupakan suatu
kerajaan besar di dunia Islam. Dinasti ini berasal dari seorang sufi bernama
Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan.[[5]]
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa
penggagas awal berdirinya Kerajaan Safawi adalah Syekh Ishak Safiuddin dari
Ardabila di Azerbaijan atau dikenal dengan Safi Al-Din, yang semula hanya
sebagai mursyid tarekatdengan tugas dakwah agar umat Islam
secara murni berpegang teguh pada ajaran agama. Namun pada tahun selanjutnya
setelah memperoleh banyak pengikut fanatik akhirnya aliran tarekat ini berubah
menjadi gerakan politik dan diteruskan mendirikan sebuah kerajaan. Perkembangan
peradaban Islam di Persia dimulai sejak berdirinya kerajaan Safawi, yang
dipelopori oleh Safi Al-Din sejak tahun 1252 hingga 1334 M. Kerajaan ini berdiri
di saat Kerajaan Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya.[[6]]
SILSILAH RAJA-RAJA KERAJAAN SAFAWI
1. Safi Al-Din (1252-1334 M)
2. Sadar Al-Din Musa (1334-1399 M)
3. Khawaja Ali (1399-1427 M)
4. Ibrahim (1427-1447 M)
5. Juneid 1447-1460 M)
6. Haidar 1460-1494 M)
7. Ali (1494-1501
M)
8. Ismail (1501-1524 M)
9. Tahmasp I (1524-1576 M)
10. Ismail II (1576-1577
M)
11. Muhammad Khudabanda (1577-1787 M)
12. Abbas I (1588-1628 M)
13. Safi Mirza (1628-1642 M)
14. Abbas II (1642-1667 M)
15. Sulaiman (1667-1694 M)
16. Husen (1694-1722 M)
17. Tahmasp II (1722-1732 M)
18. Abbas III (1732-1736 M)
Safi Al-Din berasal dari keturunan yang
berada namun ia memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan
dari Imam Syi’ah yang keenam, Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din
Ibrahim Zahidi (1216-1301)[[7]] yang
dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani, karena prestasi dan ketekunannya dalam
kehidupan tasawuf, Safi Al-Din dijadikan menantu oleh gurunya tersebut.[[8]] Safi
Al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru sekaligus
mertuanya yang wafat tahun 1301 M, pengikut tarekat ini sangat teguh memegang
ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan memerangi
orang-orang ingkar dan golongan “ahli-ahli bid’ah”.[[9]] Namun
pada perkembangannya, gerakan tasawuf yang bersifat lokal ini berubah menjadi
gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan Anatolia.
Di negeri-negeri yang berada di luar Ardabil inilah, Safi Al-Din menempatkan
seorang wakil yang diberi nama Khalifah untuk memimpin murid-muridnya di daerah
masing-masing.[[10]]
Suatu ajaran Agama yang dipegang secara
fanatik biasanya kerapkali menimbulkan keinginan di kalangan ajaran itu untuk
berkuasa. Oleh karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah
menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap
orang yang bermazhab selain Syi’ah[[11]].
Dalam dekade 1447 – 1501 M Safawi memasuki
tahap gerakan politik, sama halnya dengan gerakan sanusiyah di Afrika Utara,
Mahdiyah di Sudan dan Maturdiyah serta Naksyabandiyah di Rusia. Kecenderungan
memasuki dunia politik secara konkrit tampak pada masa kepemimpinan Juneid
(1447-1460 M). Dinasti safawi memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan
politik pada kegiatan keagamaan. Perluasaan kegiatan ini ternyata menimbulkan
konflik antara Juneid dengan kekuatan politik yang ada di Persia waktu itu,
misalnya konflik politik dengan kerajaan-kerajaan Kara Koyunlu (domba hitam)
salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu yang
bermahzhab Sunni di bawah kekuasaan Imperium Usmani. Karena konflik tersebut
maka ia mengalami kekalahan dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat baru ini
ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK. Koyunlu (domba putih),
juga suatu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu
menguasai sebagian Persia.[[12]]
Selama dalam pengasingan, Juneid tidak tinggal
diam. Ia malah menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik
denagn Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara
perempuan Uzun Hasan. Pada tahu 1459 M, Juneid mencoba merebut
Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Circassia tetepi
pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri terbunuh
dalam pertempuran tersebut. Keteika itu anak Juneid, Haidar, masih kecil dan
dalam asuhan Uzun Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa
diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan
Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salh seorang putri Uzun Hasan.
Dari perkawinan itu lahirlah Ismail, yang di kemudian hari menjadi pendiri
Kerajaan Safawi di Persia.[[13]]
Kemenangan AK-Koyunlu terhadap Kara Koyunlu
tahun 1476 M, membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar
dipandang sebagai rival politik oleh AK-Koyunlu dalam meraih kekuasaan yang
selanjutnya. Padahal sebelumnya Safawi adalah sekutu AK Konyulu, tetapi itulah
politik. Ak Konyulu berusaha melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan Dinasti
Safawi. Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan
Sirwan, AK Konyulu mengirim bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan
Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan itu.[[14]]
Ali, putra dan pengganti Haidar, didesak oleh
bala tentranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK
Konyulu. Tetapi Ya’kub pemimpin AK Konyulu ketika itu dapat menangkap dan
memenjarakan Ali bersama kedua saudaranya Ibrahim dan Ismail beserta ibunya, di
fars selama empat setengah tahun (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam,
Putra Mahkota AK Konyulu, dengan syarat mau membantunya memerangi saudara
sepupunya. setelah saudara sepupu Rustam itu dapat dikalahkan. Ali bersaudara
(Ibrahim dan Ismail) beserta ibunya kembali ke Ardabil. Akan tetapi tidak lama
kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara pada tahun 1494
M dan Ali terbunuh dalam serangan ini.[[15]]
Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya
berada di tangan Ismail, yang saat itu masih berusia 7 tahun. Selama 5 tahun
Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan
mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Syria, Anatolia.
Pasukan yang dipersiapkan itu dinamai Qizilbash (baret merah). Ismail
memanfaatkan kedudukannya sebagai mursyid untuk mengkonsolidasikan kekuatan
politiknya dengan menjalin hubungan dengan para pengikutnya.[[16]]
Di bawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M,
pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK Konyulu di Sharur dekat
Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu
kota AK Konyulu dan berhasil merebut serta mendudukinya. Di kota inilah Ismail
memproklamirkan dirinya sebagai Raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga
sebagai Ismail I.[[17]] dengan
ia sendiri sebagai Syaikhnya yang pertama dan menetapkan Syi’ah Dua Belas
sebagai agama resmi kerajaan Safawi. Dengan diproklamasikannya kerajaan Safawi
sebagai kerajaan dan ditetapkan pula Syi’ah sebagai agama kerajaan maka
merdekalah Persia dari pengaruh dari kerajaan Usmani dan kekuatan asing
lainnya. Peristiwa inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Kerajaan Safawi
yang akan turut memberikan kontribusi dalam perkembangan kekuasaan Islam.
B. Masa
Kejayaan Kerajaan Safawi
Kondisi kerajaan Safawi yang memprihatinkan
itu baru bias diatasi setelah raja Safawi kelima, Abbas I naik tahta (1588-1628
M). Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka memulihkan kerajaan
Safawi adalah:
1.
Berusaha
menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dengan cara membentuk pasukan baru
yang berasal dari budak-budak dan tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan
Sircassia.
2.
Mengadakan
perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan jalan menyerahkan wilayah
Azerbaijan, Georgia, dan disamping itu Abbas berjanji tidak akan menghina tiga
Khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar dan Usman) dalam khutbah-khutbah
jum’at sebagai jaminan atas syarat itu, Abbas menyerahkan saudara sepupunya
Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul (Borckelman, 1974:503).
Masa
kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil mengatasi
gejolak politik dalam negeri yang mengganggu stabilitas Negara dan sekaligus
berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang pernah direbut oleh
kerajaan lain seperti Tabriz, Sirwan dan sebagainya yang sebelumnya lepas
direbut oleh kerajaan.
C. Kemajuan
Peradaban Islam pada Masa Kerajaan Safawi di Persia
Pada masa pemerintahan Ismail, Safawi
berhasil mengembangkan wilayah kekuasaannya sampai ke daerah
Nazandaran, Gurgan, Yazd, Diyar Bakr, Baghdad, Sirwan dan Khurasan hingga
meliputi ke daerah bulan sabit subur (fortile crescent). Kemudian ia beruasaha
mengembangkan wilayahnya sampai ke Turki Usmani tetapi mengadap kekuatan besar
dari Kerajaan Turki Usmani tetapi menghadapi kekuaatan besar dari kerajaan
Turki Usmani yang sangat membenci golongan Syi’ah. Dalam perebutan wilayah ini
Safawi mengalami kekalahan yang menyebabkan Ismail mengalami depresi yang
meruntuhkan kebanggaan dan rasa percaya dirinya sehingga ia menempuh kehidupan
dengan cara menyepi dan hidup hura-hura. Hal ini berpengaruh pada stabilitas
politik dalam kerajaan Safawi. Contohnya adalah terjadinya perebutan kekuasaan
antara pimpinan suku-suku Turki, Pejabat-pejabat keturunan Persia dan
Qizilbash.[[18]]
Keadaan ini baru dapat diatasi pada masa
pemerintahan raja Abbas I. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas
I untuk memperbaiki situasi adalah :
1. Menghilang dominasi
pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang
beranggotakan budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia,
Armenia dan Sircassia.
2. Mengadakan
perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan
menghina tiga khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar, Usman) dalam
khotbah Jumatnya[[19]].
Usaha-usaha tersebut terbukti membawa hasil
yang baik dan membuat kerajaan Safawi kembali kuat. Kemudian Abbas I meluaskan
wilayahnya dengan merebut kembali daerah yang telah lepas dari Safawi maupun
mencari daerah baru. Abbas I berhasil menguasai Herat (1598 M), Marw dan Balkh.
Kemudian Abbas I mulai menyerang kerajaan Turki Usmani dan berhasil menguasai
Tabriz, Sirwani, Ganja, Baghdad, Nakhchivan, Erivan dan Tiflis. Kemudian pada
1622 M Abbas I berhasil menguasai kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun
menjadi pelabuhan Bandar Abbas[[20]].
Pada masa Abbas I inilah kerajaan Safawi
mengalami masa kejayaan yang gemilang. Diantara bentuk kejayaannya adalah :
1. Bidang Politik dan Pemerintahan
Pengertian kemajuan dibidang politik disini
adalah terwujudnya integritas wilayah Negara yang luas yang dikawal oleh suatu
angkatan bersenjata yang tangguh dan diatur oleh suatu pemerintahan yang kuat,
serta mampu memainkan peranan dalam percaturan politik internasional.
Sebagaimana lazimnya kekuatan politik suatu
Negara ditentukan oleh kekuatan angkatan bersenjata, Syah Abbas I juga telah
melakukan langkah politiknya yang pertama, membangun angkatan bersenjata
dinasti Safawi yang kuat, besar dan modern. Tentara Qizilbash yang pernah
menjadi tulang punggung Dinasti Safawi pada awalnya dipandang Syah Abbas tidak
diharapkan lagi, sehingga ia membangun suatu angkatan bersenjata
reguler. Inti satuan militer ini ia ambil dari bekas tawanan perang bekas
orang-orang Kristern di Georia dan di Chircassia. Mereka dibina dengan
pendidikan militer yang militan dan persenjataan yang modern. Sebagai
pimpinannya ia mengangkat Allahwardi Khan, salah seorang dari Ghulam.[[21]]
Berkat kegigihannya Syah Abbas mampu
mengatasi kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan
berhasil merebut wilayah-wilayah yang pernah disebut oleh kerajaan lain pada
masa sebelumnya.
2. Bidang
Ekonomi
Kerajaan Safawi pada masa Syah Abbas
mengalami kemajuan dibidang ekonomi, terutama industri dan perdagangan.
Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu
perkembangan perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai
dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Hal ini dikarenakan Bandar
ini merupakan salah satu jalur dagang antar Timur dan Barat. Yang biasa
diperebut oleh Belanda, Inggris, dan Perancis, sesungguhnya menjadi milik
Kerajaan Safawi.[[22]] Selain
itu Safawi juga mengalami kemajuan sektor pertanian terutama di daerah Bulan
Sabit Subur (fortile crescent).
3. Bidang
Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Sains
Dalam sejarah Islam, bangsa Persia dikenal
sebagai bangsa yang peradaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa Kerajaan
Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut.
Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir di
majlis istana yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi (generalis iptek), Sadar Al-Din
Al-Syaerazi (filosof), dan Muhammad Baqir bin Muhammad Damad (teolog, filosof,
observatory kehidupan lebah-lebah).[[23]] Dalam
bidang ilmu pengetahuan, Safawi lebih mengalami kemajuan dari pada kerajaan
Mughal dan Turki Usmani.[[24]] Pada
masa Safawi Filsafat dan Sains bangkit kembali di dunia Islam, khususnya
dikalangan orang-orang persia yang berminat tinggi pada perkembangan
kebudayaan. Perkembangan baru ini erat kaitannya dengan aliran Syiah yang
ditetapkan Dinasti Safawi sebagai agama resmi Negara.
Dalam Syiah Dua Belas ada dua golongan, yakni
Akhbari dan Ushui. Mereka berbeda didalam memahami ajaran agama. Yang pertama
cenderung berpegang kepada hasil ijtihad para mujtahid Syiah yang sudah mapan.
Sedang kedua mengambil dari sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan Hadits, tanpa
terikat kepada para mujthadi. Golongan Ushuli inilah yang palling berperan pada
masa Safawi.
Menurut Hodhson, ada dua aliran filsafat yang
berkembang pada masa Safawi tersebut. Pertama, aliran filsafat “Perifatetik”
sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles dan Al-Farabi. Kedua filsafat
Isyraqi yang dibawa oleh Syaharawadi pada abad ke XII. Kedua aliran ini banyak
dikembangkan di perguruan Isfahan dan Syiraj. Di bidang filosof ini muncul
beberapa orang filosof diantaranya Muhammad Baqir Damad (W. 1631 M) yang
dianggap guru ketiga sesudah Aristoteles dan Al-Farabi, tokoh lainnya misalnya
Mulla Shadra yang menurut sejartah ia adalah seorang dialektikus yang paling cakap
di zamannya[[25]].
4. Bidang
Perkembangan Fisik dan Seni
Para penguasa kerajaan menjadikan Isfahan
menjadi kota Kerajaan yang sangat indah. Disana terdapat bangunan-bangunan
besar dan indah seperti masjid, rumah sakit, jembatan raksasa di atas Zende Rud
dan Istana Chilil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan taman-taman wisata
yang ditata secra apik. Ketika Abbas I wafat di Isfahan terdapat 162 Masjid, 48
Akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum.[[26]]
Di bidang seni, kemajuan nampak begitu
kentara dalam gaya arsitektur bangunan-bangunannyaseperti terlihat pada mesjid
Shah yang dibangun tahun 1611 M dan mesjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun
tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula adanya peninggalan berbentuk
kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode,
tembikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Raja
Tahmasp I.[[27]]
Demikianlah puncak kemajuan yang dicapai oleh
Kerajaan Safawi, kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah
satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama
dalam bidang politik dan militer. Kerajaan ini telah memberikan kontribusinya
mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu
pengetahuan, peninggalan seni dan gedung-gedung bersejarah.
D. Masa
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
No
|
Nama
Raja
|
Masa
Berkuasa
|
Indikasi
Kemunduran dan Kehancuran
|
1
|
Safi Mirza
|
1628-1642
|
- Jiwa lidershipnya lemah.
- Sangat kejam terhadap
para pembesar Kerajaan.
- Memiliki sifat cemburu
terhadap petinggi kerajaan.
- Kota Qandahar lepas dan
diduduki Kerajaan Mughal (Sultan Syah Jehan).
- Dan Bagdad direbut oleh
Kerajaan Turki Usmani.
|
2
|
Abbas II
|
1642-1667 M
|
- Sifat dan Moralnya jelek.
- Pemabuk/suka minum minuman
keras.
|
3
|
Sulaiman
|
1667-1694
|
- Kejam terhadap para pembesar
Kerajaan, terutama terhadap orang-orang yang dicurigainya
- Karena sifat & moralnya
yang buruk itu rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintahannya
|
4
|
Husen
|
1694-1722 M
|
- Memberi kekuasaan yang besar
kepada para ‘ulama Syi’ah.
- Ulama Syi’ah sering slah guna
kewenangan/kekuasaan yang diberikan raja.
- Ulama Syi’ah sering memaksakan
pendapat terhadap penganut aliran Sunni sehingga membuat golongan Sunni
marah.
- Konflik yang terjadi antara
golongan Syi’ah dengan Sunni berimplikasi pada sistem pemerintahan menjadi
tidak stabil secara berkelanjutan.
- Pernah terjadi pemberontakan
bangsa Afghan yang di pimpin oleh Mir Vays yang kemudian digantikan oleh Mir
Mahmud. Pada masa pemberontakan Mir mahmud ini, kota Qandahar lepas dari
safawi, kemudian disusul kota Isfahan. Pada 12 oktober 1722 M Shah Husein menyerah.
|
5
|
Tahmasp II
|
1722-1732 M
|
Dengan dukungan dari suku Qazar Rusia, ia memproklamirkan
diri sebagai raja yang berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasannya di
Astarabad. Kemudian ia bekerja sama dengan Madhir Khan untuk memerangi bangsa
Afghan yang menduduki kota Isfahan. Isfahan berhasil direbut dan Safawi
kembali berdiri. Kemudian Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan pada 1732 M.
|
6
|
Abbas III
|
1732-1736 M
|
- Tidak berpengalaman.
- Diangkat menjadi Raja pada saat
masih kecil.[[28]]
- Pada 1736 M, Abbas III
dilengserkan kemudian kerajaan Safawi diambil alih oleh Nadir Khan. Dengan
begitu, maka berakhirlah kerajaan Safawi.
|
Hanya
satu abad setelah ditinggal Abbas I, kerajaan ini mengalami kehancuran.
Faktor-faktor yang menyebabkan berakhirnya kerajaan Safawi :
1. Konflik
panjang dengan kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab
antar kedua kerajaan. Bagi Kerajaan Usmani, berdirinya Kerajaan Safawi yang
beraliaran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya.
Konflik antara kedua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun konflik itu
pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian antara keduanya pada masa
Raja Shah Abbas I, namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut,
dan setelah itu dapat dikatakan tida ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan
besar Islam itu.[[29]]
2. Adanya
dekadensi moral yang melanda sebagaian para pemimpin Kerajaan Safawi.
3. Pasukan Ghulam (budak-budak)
yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi
seperti Qilzibash (baret merah) hal ini dikarenakan pasukan tersebut
tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani.
Seperti yang di alami oleh pasukanQilzibash, sementara anggota
pasukan Qilzibash yang baru tidak memiliki militansi dan semangat yag
sam,a dengan anggota Qilzibashsebelumnya.
4. Seringnya
terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga
istana[[30]].
Dengan
demikian bentuk-bentuk institusi kenegaraan, kesukuan dan institusi keagamaan
safawiyah yang diciptakan oleh Abbas I telah mengalami perubahan secara
mencolok pada akhir abad tujuh belas dan awal abad ke delapan belas.
BAB III
PENUTUP
E. Kesimpulan
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah tarekat yang berdiri
di Ardabil, tarekat tersebut bernama Safawi. Kerajaan Safawi berada dipuncak
kejayaan pada masa kekuasaan Abbas I. Banyak kemajuan yang dicapai kerajaan
Safawi antara lain dalam bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan bidang
pembangunan fisik dan seni. Akan tetapi setelah Abbas meninggal, kerajaan
Safawi mengalami kemunduran, disebabkan raja yang memerintah sangat lemah,
sering terjadinya konflik intern dalam perebutan kekuasaan dikalangan keluarga
istana. Hanya dalam satu abad setelah ditinggalkan Abbas, Kerajaan Safawi
hancur.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Ali, A. Mukti, dkk (Ed.), Ensiklopedi
Islam, Jakarta : Departemen Agama RI, 1988.
Engneer, Asghar Ali, Asal-Usul dan
Perkembangan Islam, Yogyakarta: Insist Bekerja Sama dengan Pustaka
Pelajar, 1999.
Hamka, Sejarah Umat
Islam III, Jakarta : Bulan Bintang, 1981.
Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan
Kebudayaan Islam, Yogyakarta : Kota Kembang, 1989. Nasution,
Harun, Pembaharuan dalam Islam :Sejarah, Pemikiran dan Gerakan,Jakarta :
Bulan Bintang, 1992.
Samsul Munir, Sejarah Peradaban
Islam, Jakarta : Amzah, 2009.
Supriyadi, Dedi, Sejarah
Peradaban Islam, Bandung: Pustaka setia, 2008.
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan
Islam, Jilid 2, Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1983.
Thohir, Peradaban di Kawasan Dunia
Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Ajid.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam,
Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010.
[1] Serangan Mongol
tersebut telah menghancurkan kota-kota dengan bangunan yang indah,
tempat-tempat belajar, perpustakaan yang mengoleksi banyak buku, dll milik umat
Islam, semua hancur, musnah dibakar, bahkan umat Islampun dibunuh, pembunuhan
terjadi tidak hanya pada petinggi/pembesar kerajaan, seperti terjadi pada masa
kepemimpinan Hulagu, manusia tidak berdosapun juga ikut dibunuh oleh tentara
Mongol, seperti dilakukan oleh Argun, Khan ke empat pada Dinasti II Khaniyah.
(baca: Dedi supriyadi, Sejarah peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008,
hlm. 185.
[2]
Harun Nasution, Perkembangan dalam Islam : Sejarah, Pemikiran dan
Gerakan, (Jakarta : Bulan Bintang, 1992) hal 14.
[3]
Tarekat Safawiyah ini didirikan bersamaan dengan berdirinya kerajaan
Usmani di Turki
[4]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2000,hlm. 138
[5]
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Bebagai Aspek, Jakarta:
UI-Press, 1985, hlm. 84
[6]
www.kodeka.blogspot
[7] Allouche, The
Origins and Development of The Ottoman-Safavid Conflict, Michighan:
University Microfilms International, 1985, hlm. 96. Baca juga. Badri
Yatim, hlm. 138-139.
[9]
Bid’ah yaitu segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama tanpa ada dasar
syari’atnya
[10]
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid III, Jakarta: bulan Bintang, 1981,
hlm. 60
[11]
Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah,
2009, hal 188.
[13]
Carl Brockelmann, Tarikh As-Syu’ub Al-Islamiyah, Beirut: Dar
Al-‘Ilm, 1974, hlm. 494-495.
[15]
Holt P.M, dkk (ed.), The Cambridge History of Islam,
vol.IA, London : Cambridge University Press, 1970, hlm. 397. Baca juga.
Badri Yatim, hlm.141.
[16] Yaitu tentara
kerajaan Safawi yang berasal dari suku-suku beraliran Syi’ah dari Anatolia
bagian timur. Pada pasukan Qizilbash ini topinya dilengkapi dengan 12
rumbai yang memiliki makna Syi’ah, Isna ‘Asyariah (Dua Belas Imam) mempunyai
pengaruh yang besar dalam menanamkan sifat fanatisme dan militansi para
pengikut Syi’ah dengan pemimpinnya.
[19] P.M.Holt, dkk, (ed), The Cambridge History Of
Islam.Vol.IA,(London : Cambridge University Press, 1970), hal.417
[20]
Badri Yatim, op.clt., hal.143.
[21] Ajid
Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta : PT Raja
Grafindo) hal. 175
[22]
Carl Broekelmaun, Tarikh Al-Syu’ub Al-Islamiyah, Beirut: Dar
Al-‘Ilm, 1974, hlm. 504
[24]
Ajid Thohir, hal. 177
[26] Marshal G.S.
Hodgson, The Venture of Islam, Vol. III, Chicago: The University of
Chicago Press, 1981, hlm. 40.
[27]
Ibid,
[28] Hamka, Sejarah Umat Islam, III,
(Jakarta : Bulan Bintang, 1981). hal 71-73.
[29] M. Holt, dkk (ed). The Cambridge
History of Islam, Vol. 1 A, London: Cambrige University Press, 1970, hlm
426.
[30] Badri Yatim,op.ctl.,hal 141-143
Writed by : Fikri Ihsan
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadits Semester I.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar